Dalam salah satu tulisannya, Beng Rahadian mengambil satu sisi lain dari kepopuleran Tintin, yaitu pengaruh gaya menggambar‒yang kemudian ia sebut sebagai jejak Hergé ‒kepada komikus Indonesia. Meski tak banyak, kata Beng, penting sebagai catatan bahwa gaya Herge secara global telah memengaruhi komikus Indonesia yang masih bertahan hingga kini.
Lalu, indikator apa saja yang digunakan untuk mengenali gaya Hergé? Siapa saja komikus yang sadar maupun tidak sadar terpengaruh? Dan apakah jejak Hergé hanya dalam komik?
Jejak Hergé dalam buku ini juga beriringan dengan ulasan mengenai perkembangan media komik dan komunitas yang menghidupinya, komik sebagai media berekspresi, dan hubungan negara melalui komik.
Bambang Tri Rahadian, M.Sn. atau biasa dikenal dengan nama pena Beng Rahadian (46), kini menjabat sebagai Kepala Program Studi DKV Institut Kesenian Jakarta. Kegiatan mengajarnya dimulai sejak tahun 2014 setelah lulus dari Sekolah Pascasarjana IKJ di Program Studi Seni Urban dan Industri Budaya. Ketertarikannya pada bidang komik telah digeluti sejak kuliah S1 di DKV Institut Seni Indonesia Yogyakarta dengan skripsi berjudul Fenomena Komik Independen Indonesia pada tahun 2001. Kegiatan keprofesian Beng sebelum menjadi pengajar adalah menjadi komikus yang telah dimulai sejak tahun 2004. Buku pertamanya berjudul Selamat Pagi Urbaz disusul komik berjudul Lotif, Candakopi dan Mencari Kopi Aceh. Pada tahun 2005 Beng mendirikan komunitas komik Bernama Akademi Samali yang membawanya berkenalan dengan berbagai komunitas komik di Nusantara maupun mancanegara. Aktivitas Beng dapat dilihat di akun Instagram @bengrahadian dan menerima korespondensi di email: 1) [email protected] 2) [email protected]