Cerita dari masa lalu yang disembunyikan, masa depan yang diam-diam sedang dibentuk, dan lapisan terdalam negeri ini yang tak pernah muncul di berita manapun.
Setiap halaman mengguncang logika dan nurani, menyentil tawa lalu menyelipkan makna, hingga kamu akan sadar: o... ini bukan fiksi, ini versi lain dari kita.
Dan jika kamu bertanya kenapa bendera di sampul ini terbalik, mungkin karena selama ini kita pun sudah melihat Indonesia dari arah yang salah.
Tapi tenang, di bab akhir, arah itu akan kita temukan bersama, dan AI akan jawab pertanyaannya...
Deni Agus mulai meniti karir saat usia 19 tahun, dari staf hingga eksekutif di 8 sektor berbeda, sebelum akhirnya memilih sebagai serial entrepreneur yang hidup nomaden. Selama enam tahun, Deni tinggal dan bekerja lintas benua, masuk ke lebih dari 60 negara—bukan sebagai turis, tapi ikut membaur di masyarakat—menyaksikan dampak nyata kebijakan, teknologi, dan sistem pemerintahan terhadap kehidupan warga.
Ia pernah tinggal dengan warga Muslim di Myanmar, menyaksikan AI dijadikan alat propaganda di Timur Tengah, hingga berdiskusi dengan pimpinan partai di Somaliland. Deni juga pernah ikut di lebih dari 50 komunitas lintas negara—dari forum pengusaha, pendidikan, teknologi, hukum, budaya, investasi, kesehatan, spiritual hingga pertahanan—memberinya sudut pandang unik dan multidimensi.
Semua pengalaman itu membentuk kepekaannya pada satu hal: bahwa identitas kewarganegaraan, teknologi, dan masa depan manusia bukan persoalan administratif—melainkan pertarungan batin, eksistensi, dan arah sejarah.