PAMERAN LUKISAN PAINTING EXPLORER KE-2 “DISRUPSI MEMBUMI”

· ArtCiv
4.2
4 reviews
Ebook
92
Pages
Ratings and reviews aren’t verified  Learn More

About this ebook

DISRUPSI MEMBUMI

Oleh: Deni Junaedi

 

 Istilah disrupsi identik dengan dunia online digital. Memadukan kata ‘disrupsi’ dengan ‘membumi’ mengindikasikan persoalan digital itu tidak dilepaskan dari perkara manual. Ini selaras dengan semangat Kampus Seni Lukis PAINTING EXPLORER yang diselenggarakan secara online lewat jaringan fitur YouTube Membership, namun hal yang menjadi konsentrasinya adalah skill manual, yaitu seni lukis. Berikut ini issu tentang disrupsi di dunia seni rupa, pembahasan selanjutnya adalah keinginan untuk membumikan dunia manual.

  Teknologi informasi di era digital telah mengubah berbagai tatanan kehidupan. Perusahaan besar yang pada masa kejayaannya tidak tergoyahkan ambruk digoyang bisnis yang baru saja dirintis, startup. Perusahaan taksi konvensional yang memiliki puluhan ribu mobil, misalnya, dikalahkan taksi online yang tidak memiliki satu armada pun. Mall besar yang megah, umpamanya, gulung tikar oleh serbuan emak-emak yang menjual barang dagangannya lewat handphone sambil menunggu anaknya pulang sekolah.

Startup pun berkembang, dari unicorn, decacorn, hingga hectocorn. Perkembangannya pun tidak selalu terdengar sedap. PHK besar-besaran termasuk nada yang terdengar sumbang. Meskipun banyak pengamat yang telah bersuara, masyarakat di luar perusahaan tidak tahu pasti apa yang terjadi. Apakah pemutusan hubungan kerja itu melanda karena perusahaan sedang bangkrut atau tenaga manusia itu sedang digeser dengan artificial intelligence yang hasil kerjanya lebih presisi dengan biaya yang jauh lebih murah? Inilah era disrupsi.

           Dalam kamus, disrupsi diartikan sebagai ‘hal tercabut dari akarnya”. Disrupsi merupakan lompatan inovasi dari sistem lama menuju tatanan baru. Inovasi besar-besaran ini mengubah cara lama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dalam konteks ini, disrupsi menggunakan teknologi informasi digital untuk menopangnya.

           Tahun 2020-an disrupsi semakin terasa, namun istilah ini sudah diperkenalkan oleh Clayton Christensen pada tahun 1997. Di Harvard Bisiness Review ia menulis artikel berjudul “What is Disruptive Innovation”. Menurutnya, disrupsi merupakan proses ketika perusahaan yang lebih kecil dengan sumber daya yang lebih sedikit berhasil menyaingi bisnis yang sudah mapan.

Dunia seni rupa pun tidak terlepas dari era ini. Akan tetapi karena seniman, khususnya perupa seni murni, lebih cenderung bekerja secara individual - tidak dalam tim sebagaimana perusahaan - maka pengertian disrupsi yang terkait dengan organisasi kerja perusahaan tidak mesti dihitung sebagai variable.

Di era disrupsi seni ini, seniman muda yang belum tercatat dalam sejarah seni rupa, dengan memanfaatkan media sosial dapat menggeser ketenaran para master. Devon Redriguez adalah contohnya.Di umur 26 tahun, pria kelahiran New York itu meraup 29,5 juta pengikut di TikTok, 5,25 juta subscriber di YouTube, dan 4,3 juta follower di Instagram. Angka tersebut jauh di atas follower yang mampu digaet Jeff Koons di Instagram, yaitu 491 ribu. Padahal, Koons adalah seniman yang telah terukir dalam sejarah seni rupa. Buku A World History of Art yang ditulis Hugh Honour dan John Fleming, misalnya, menempatkannya sebagai seniman yang paling radikal dan profokatif dan menjulukinya sebagai ‘orang yang memimpin seni menuju abad ke-21’.

Galeri online yang marak adalah contoh berikutnya. Dulu untuk membeli lukisan harus ke galeri atau art shop, kini tinggal memilih di marketplace daring, banyak marketplace yang khusus menjual karya seni. Dulu kolektor perlu perantara galeri atau broker untuk berburu karya seni, seni memilih langsung dari seniman yang telah memajang karyanya di media sosial. Kini banyak seniman yang berjualan lukisan lewat Istagram atau Facebook. Pameran seni rupa pun sekarang dapat digelar di dinding metaverse. Di ruang virtual ini interaksi pun dapat dilakukan antar masyarakat seni, termasuk bertransaksi. Metajagad ini akan tampak semakin nyata jika dikunjungi dengan Virtual Reality (VR).

Disrupsi dalam seni juga tampak dalam fenomena Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang memenangkan lomba seni. Misalnya, kompetisi seni rupa yang terjadi di Colorado State Fair.

Akan tetapi, di hirup-pikuk interaksi awang-awang digital tersebut, mengingat bumi tetap diperlukian agar tidak lupa daratan. Agar membumi, memperhatikan tanaman yang tumbuh pelan dari hari ke hari tetap diperlukisan disela-sela memperhatikan media sosial yang tumbuh dengan cepat. Menikmati langit malam dari bumi juga perlu dilakukan setelah waktu dihabiskan untuk menggulir konten video yang tiada habis. Pameran secara langsung, offline, juga tetap perlu digelar agar dunia seni terus tumbuh dengan melihat kekuatan goresan sang seniman secara langsung. []

 

Ratings and reviews

4.2
4 reviews

About the author

Deni Junaedi atau “Deni Je” aktif sebagai pewacana seni maupun seniman. Pada pewacanaan, pria kelahiran Sukorejo Kendal 1973 ini menjadi dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Peneliti seni ini pernah menjadi: Penyunting Penyelia (Pimred) Journal of Contemporary Indonesian Art; redaktur majalah Galeri Media Komunikasi Galeri Nasional Indonesia; kontributor majalah seni rupa Visual Arts; dan Pimred Makna Media Para Perupa. Selain itu, Deni kerap mengisi seminar, diskusi, maupun ceramah. Selaku seniman, ia sering mengikuti pameran seni rupa yang antara lain digelar di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Kendal, Magelang, Solo, Semarang, Bali, Budapest, Eger, Portugal, Singapura, Hongkong, Tokyo, Krabi, Petaling Jaya, Los Angeles, maupun New York. Lulusan Seni Lukis ISI Yogyakarta angkatan '97 ini menerima beberapa penghargaan seni, salah satunya adalah Pemenang Kompetisi Seni Lukis Total Indonesie – YSRI. Selain itu, aktivis seni yang tinggal di Jogja ini pernah menjadi: Ketua Pasar Seni FKY XV 2003; Ketua Pameran Besar Seni Rupa FSR ISI Yogyakarta berkerjasama dengan Srisasanti Gallery, The Highlight: dari Medium ke Transmedia tahun 2008; dan Ketua Jejaring Seniman Muslim KHAT. Praktek berkesenian maupun pemikirannya dapat diikuti di channel YouTube PAINTING EXPLORER.

Rate this ebook

Tell us what you think.

Reading information

Smartphones and tablets
Install the Google Play Books app for Android and iPad/iPhone. It syncs automatically with your account and allows you to read online or offline wherever you are.
Laptops and computers
You can listen to audiobooks purchased on Google Play using your computer's web browser.
eReaders and other devices
To read on e-ink devices like Kobo eReaders, you'll need to download a file and transfer it to your device. Follow the detailed Help Center instructions to transfer the files to supported eReaders.