Kalimat itu menjadi benang merah buku Audacity: Perspektif Hybrid-Paradox. Lewat rangkaian refleksi, narasi, dan kisah nyata, buku ini menelusuri bagaimana keberanian bukan hanya soal nekat mengambil risiko, tetapi juga tentang kesiapan menghadapi paradoks kehidupan: takut sekaligus berani, gagal sekaligus belajar, jatuh sekaligus bangkit.
Dian Nafi mengajak pembaca melihat keberanian sebagai jalan bertemu dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan semesta. Dari langkah pertama yang gemetar, ujian yang menghantam, hingga hadiah-hadiah tak terduga yang datang, semua menunjukkan bahwa hidup merespons sesuai kadar audacity kita.
Buku ini bukan sekadar bacaan motivasi, melainkan undangan untuk hidup lebih autentik. Untuk berani melangkah meski tidak ada jaminan. Untuk setia pada panggilan hati meski jalan terasa sepi. Untuk menemukan bahwa di balik setiap risiko, ada kemungkinan lahirnya kehidupan yang lebih utuh.
Audacity adalah tentang keberanian yang hibrid—bertemu dengan ketakutan tapi tidak tunduk padanya. Tentang keberanian yang paradoksal—terlihat rapuh tapi justru melahirkan kekuatan. Dan tentang keberanian yang sederhana—cukup satu langkah, lalu langkah berikutnya.
Dian Nafi adalah seorang penulis, arsitek, dan pemikir sosial yang selalu tertarik pada pertemuan antara ide, ruang, dan kehidupan manusia. Ia percaya bahwa tulisan bukan sekadar rangkaian kata, melainkan jembatan untuk memahami diri dan dunia.
Lahir dan tumbuh di Indonesia, Dian menghabiskan banyak waktu mengamati dinamika masyarakat, mengurai paradoks kehidupan sehari-hari, dan meramu gagasan-gagasan yang kemudian ia tuangkan dalam bentuk esai, novel, maupun buku reflektif. Pengalamannya berkarya di bidang arsitektur dan perencanaan kota membuatnya peka terhadap harmoni antara ruang, manusia, dan lingkungan. Sementara perjalanannya dalam dunia literasi membuatnya dekat dengan bahasa sebagai alat transformasi.
Buku Audacity: Perspektif Hybrid-Paradox adalah salah satu eksplorasi intelektual sekaligus spiritualnya. Lewat karya ini, Dian ingin mengajak pembaca melihat bahwa keberanian bukan sekadar aksi nekat, melainkan jalan menemukan diri sejati. Bahwa dalam paradoks hidup—antara takut dan berani, gagal dan berhasil, jatuh dan bangkit—kita justru menemukan kebebasan yang otentik.
Selain menulis, Dian aktif berdiskusi di berbagai forum, berbagi pengalaman di ruang-ruang komunitas, serta terlibat dalam inisiatif sosial dan budaya. Bagi Dian, menulis bukan akhir, melainkan awal percakapan yang lebih luas: percakapan antara ide dan realitas, antara mimpi dan keberanian, antara manusia dan semesta.