Ketertarikan terhadapnya bertransformasi menjadi obsesi, mendorong kita untuk menuliskan perasaan yang tak terucapkan. Tanpa harapan akan ada balasan, mencintainya menjadi bentuk penerimaan terhadap kenyataan. Perpisahan yang panjang, diikuti oleh pertemuan kembali, hanya mempertegas ambiguitas yang menyelimuti hubungan.
Pada akhirnya, kita menyadari bahwa mencintainya adalah episentrum perjalanan emosional-pelajaran mendalam tentang cinta tanpa syarat dan penerimaan tanpa tuntutan.