βSandiwara lo, tuh, buat apa?β
βSiapa yang sandiwara? Gue lagi nggak sandiwara. Lo masih nggak bisa liat apa yang lagi terjadi sekarang?β
Setelah mendengar perkataan Gilang, dahi Gatari mengerut. Ekspresi wajahnya perlahan berubah bingung.
βLo pikir kita ngapain di sini? Makan-makan cantik?β Gilang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. βLo nggak liat gue disuruh serapi ini buat siapa?β
Gatari semakin bingung. Jangan-jangan... ah, nggak mungkin!
Gue nggak hidup di zaman Siti Nurbaya!
βBuat lo!β sembur Gilang meninggi tepat di depan wajah Gatari. βBuat orangtua lo!β
Bibir Gatari yang terkatup perlahan terbuka. Namun, tidak ada suara yang terdengar dari mulutnya. Perempuan itu menatap kedua mata Gilang sambil berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya agar tetap bisa berdiri dengan sepatu setinggi sepuluh sentimeter.
βSelamat, Gat. Harapan lo untuk nggak berurusan sama gue lagi,
hilang malam ini juga.β
Malam itu mengubah hidup Gatari selamanya. Ia tidak habis pikir, orangtuanya tega menjodohkannya dengan Gilang, si pembuat onar di sekolah. Bagaimana bisa? Hanya kata-kata itu yang memenuhi kepalanya. Sampai kapan pun ia tidak akan pernah menerima dan memaafkan Gilang laki-laki yang sudah mempermalukannya di depan teman-teman sekolah, dengan mendaratkan bibirnya di wajah Gatari.
--Β