Pemberontakan Ra Kuti telah dimulai. Dengan dukungan kekuatan Ra Banyak, Ra Tanca, Ra Pangsa, Ra Wedeng, dan beberapa petinggi Majapahit yang berkhianat, Ra Kuti merasa di atas angin. Pertahanan garis depan pasukan pembela Sri Jayanegara cukup mudah ia patahkan.
Perang besar pun meletus. Bau amis darah kian kental menyebar. Jumlah mereka yang mati dan terluka kian banyak. Tubuh-tubuh tak bernyawa bergelimpangan di tanah, di atas kubangan darah. Hal itu semakin membuat nafsu Ra Kuti untuk naik takhta kian mengemuka. Situasi kian kritis bagi istana dan Sri Jayanegara.....
Dalam kondisi genting, Gajah Mada bersiasat. Ia dan beberapa prajurit Bhayangkara kepercayaannya berjuang mengungsikan Sri Jayanegara. Namun siapa sangka, di dalam tubuh rpajurit Bhayangkara ternyata muncul pengkhianatan. Awalnya Macan kengkeng, kemudian kedok lain pun terbuka. Dengan susah payah, Gajah Mada berjibaku mematahkan pengkhianatan demi pengkhianatan.
Tak lama setelah kejadian nahas itu, peristiwa tak terduga lain muncul. Sebuah anak panah melesat deras ke arah Sri Jayanegara yang tengah menunggang kuda. Gajah Mada lengah....Nyawa Sri jayanegara di ujung tanduk....
Gamal Komandoko lahir di Solo pada 28 Maret dan dibesarkan di berbagai daerah, dari Solo, Pati, Kartasura, sebelum menjadi warga Bogor dan Bandung lebih dari setengah masa usianya kini. Sejak tahun 1999, ia pindah ke Kota Budaya, Yogyakarta, untuk mendapatkan suasana bagi karya- karya tulisnya.
Beberapa buku yang pernah diterbitkan antara lain Serial Sebelum Tidur; Rahasia Amal Saleh (Mizan), Tuhan Singgah di Pelacuran; Perjalanan Spiritual Para Penjaja Cinta (Kreasi Wacana), Remaja Dilarang Jadi Pengarang Beken, So What... (Tunas Publishing), Arok; Banjir Darah di Tumapel (Narasi), Jaka Tingkir; Jalan Berliku Menjemput Wahyu (DIVA Press, 2008), Sanggrama Wijaya (DIVA Press, 2009), Trunojoyo (DIVA Press, 2009), dan sebagainya.