Tiga problem dan tantangan besar yang harus dibereskan dalam implementasi revolusi mental,antara lain:
1. Konsepnya kan tidak begitu jelas, alias kabur. Konsepsi revolusi mental bukanlah sebuah konsep yang sudah amat jelas definisi dan modelnya. Teori dasar, model, pendekatan dan kerangka implementasinya boleh dibilang amat terbatas. Tidak banyak rujukan yang bisa kita bandingkan untuk mempertajam pemahaman. Akibatnya terbatasnya pemahaman tentang konsep tersebut, maka yang sering terjadi adalah: interpretasi revolusi mental, Lebih sering diartikulasikan menurut selera individual dan pandangan masing masing. Dengan kata lain tidak ada satu kesatuan kata disana.
2. Platform implmentasi. Karena konsepnya tidak jelas, dan tidak pernah dirumuskan, maka implementasinya menjadi kendala. Sering bergerak ad hoc atau menurut interpretasi sektoral. Akibatnya tidak ada sinergitas dan gerakan yang koheren. Kalau sinegitas, Dan efek saling mempekuat tidak hadir, maka gerakan seperti ini tidak akan mencapai momentum. Ia tidak bisa menggelinding seperti efek bola salju. 'Nasib' dari sebuah kegerakan seperti revolusi mental akan amat sulit, kalau tidak ada efek bola salju. Ia hanya akan tampil seperti riak riak kecil, lalu akhirnya menghilang sepi.
3. Non-Integrasi. Kalau konsep dan kerangka implementasi nya tidak pernah sebening kristal, Akan amat sulit untuk membangun suatu integrasi antara idea gerakan revolusi mental, Terhadap kebijakan, haluan dan strategi pembangunan. Tidak ada benang merah yang melekatkan berbagai potongan- potongan teka teki (puzzle) tersebut. Kalau itu yang terjadi, program- progam pembangunan, akan berjalan sendiri-sendiri, ia bak terlepas dari spirit revolsui mental. Akibatnya idea revolusi mental akan menjadi wacana dan jargon tapi tidak ada jalinan integrasinya kedalam rencana strategis pembangunan. Nah buku saku ini adalah usaha untuk menjawab operasionalisasi dari revolusi mental
Hendrik Lim berlatar praktisi bisnis perusahaan, menjadi Trainer dan Pembicara Nasional bidang Sales, Strategy, Values, Culture. Integrasi sisi Person dan sisi Bisnis. Sebagai praktisi, Hendrik sebelumnya adalah presiden direktur dari anak usaha salah satu group perusahaan terbesar di Indonesia. Menempuh pendidikan lanjutan dan pelatihan eksekutif di Jepang, JICA, Amerika NUS-Stanford University,Thailand, AIT dan Singapura