sebutan antara iman dan Islam, antara orang Mukmin dan
Muslim. Sehingga kalangan awam benar-benar asing tentang
masalah ini. Padahal, perbedaan antara dua sebutan ini sangat
krusial dan secara nyata sudah dijelaskan di dalam AI-Qur'an. Ambil
contoh, penolakan Allah terhadap sekumpulan orang Badui yang mengaku
sebagai orang-orang yang beriman dan hanya memberi sebutan Islam
kepada mereka atau penyerahan diri. Apa pasal? Karena iman memiliki
beberapa syarat, sehingga orang yang memilikinya patut mendapat
sebutan orang Mukmin.
Jangan kira kalau seseorang sudah mengucapkan syahadatain, tanpa amal,
tanpa ketaatan dan tanpa qurbah, atau bahkan sebaliknya, ia melakukan
dosa & kedurhakaan, maka dia akan mendapat jaminan surga tanpa
hisab. Toh orang munafik pun, yang kelak berada di tingkatan paling
bawah dari neraka, juga dapat melakukannya. Jangan terkecoh oleh
seseorang yang fasih-kaatanya, yang menyandang sebutan ulama atau
kiai di tengah komunitasnya, tapi imannya di sisi Allah ternoda. Sebab
boleh jadi dia hanya layak menyandang sebutan Muslim dan tidak patut
menyandang sebutan Mukmin.
Jelasnya, setiap Mukmin disebut orang Muslim, namun tidak setiap Muslim
disebut orang Mukmin. Lebih jelasnya lagi, iman memiliki permulaan dan
kesempurnaan, memiliki zhahir dan batin. Masing-masing dari dua unsur
ini tidak lepas dari ikatan yang harus diperhatikan.
Kitab ini termasuk salah satu karya lbnu Taimiyah yang kesohor, karena
di dalamnya diuraikan banyak hal berkaitan dengan masalah iman dan
Islam, kekufuran dan kemunafikan, dan perbedaan pendapat di antara
berbagai golongan dari ulama seputar masalah-masalah ini.