Murid Pendeta Sinting tak punya pilihan lain kecuali harus menghadang pukulan yang datang. Dia cepat kerahkan tenaga dalam pada kedua tangannya dan serta-merta lepaskan pukulan dengan dorong kedua tangannya.
Dua gelegar segera terdengar saat pukulan yang dilepas Ratu Selendang Asmara dan Bayangan Tanpa Wajah bentrok dengan pukulan jarak jauh yang dilepas Joko.
Sosok Bayangan Tanpa Wajah dan Ratu Selendang Asmara tampak tersurut dua langkah dengan wajah sama berubah pucat. Tangan masing-masing orang bergetar keras. Di lain pihak, sosok murid Pendeta Sinting juga tersapu dan mundur dua tindak. Paras wajahnya juga pias. Sementara di sebelah samping, Dewi Bunga Asmara segera melompat begitu bentrok pukulan terjadi. Namun entah mengapa, begitu ledakan terdengar, gadis cantik bertubuh menggoda ini bukannya berpaling ke arah Ratu Selendang Asmara, melainkan menoleh ke tempat Joko tadi tegak berdiri menghadang pukulan! Wajahnya jelas membayangkan rasa khawatir dan cemas!
“Hem…. Aku sekarang jadi yakin….” Ratu Selendang Asmara bergumam dengan kepala menoleh pada Bayangan Tanpa Wajah. “Pemuda ini membekal ilmu tinggi! Kita tak boleh memandang sebelah mata kalau tidak ingin mendapat celaka!”
“Tapi ingat! Keterangan dari mulutnya sangat kita perlukan! Kalau sampai dia mampus, lepas pula apa yang kita inginkan!” sahut Bayangan Tanpa Wajah. “Kita coba dengan bentrok langsung!”
Habis berkata begitu, Bayangan Tanpa Wajah segera berkelebat ke depan. Ratu Selendang Asmara tidak menunggu. Begitu Bayangan Tanpa Wajah berkelebat, dia segera pula melesat ke depan.
Joko tak mau bertindak ayal. Dia tidak menunggu datangnya pukulan lawan. Begitu melihat gerakan orang berkelebat, dia cepat pula melompat dan menyongsong. Tangan kiri kanan menghadang pukulan Bayangan Tanpa Wajah, sementara kaki kanannya membuat gerakan menghadang sergapan kedua tangan Ratu Selendang Asmara!
Sergapan Joko membuat Bayangan Tanpa Wajah dan Ratu Selendang Asmara sempat terkesiap kaget karena mereka sama sekali tidak menduga. Hingga mereka berdua lepaskan pukulan tanpa pengerahan tenaga dalam penuh karena telah dipotong oleh sergapan gerakan murid Pendeta Sinting.
Bukkk! Bukkk! Bukkk!
Terdengar benturan keras tiga kali berturut-turut. Tubuh Pendekar 131 mental balik dan terhuyung sesaat. Namun segera dapat kuasai diri meski dia merasakan dadanya nyeri dan kedua tangan serta kaki kanannya laksana menghantam dinding kokoh. Aliran darahnya menyentak-nyentak dan mulutnya tampak terbuka menutup megap-megap!
Di pihak lain, tubuh Bayangan Tanpa Wajah mencelat terbang seraya perdengarkan seruan tertahan. Orang berwajah hitam ini memang tidak sampai jatuh menghantam tanah. Namun karena sewaktu lepaskan pukulan dalam keadaan belum siap betul, maka tak ampun lagi dia merasakan dadanya sesak dan kedua tangannya lunglai. Dia cepat salurkan tenaga dalam dan mengurut dadanya ketika merasakan perutnya mual tanda ia mengalami cedera dalam walau tidak parah.
Di sebelahnya, begitu benturan terjadi, kedua tangan Ratu Selendang Asmara tampak terlempar balik ke belakang. Hal ini membuat sosoknya terputar di udara sebelum akhirnya terpelanting di atas udara. Untung nenek ini cepat membuat gerakan jungkir balik satu kali, hingga meski sempat terhuyung-huyung kala mendarat di atas tanah, namun tidak sampai terjerembab!
“Harap dimaafkan…. Aku tidak punya waktu banyak untuk terus berada di sini! Aku harus menemui kekasihku…,” ujar Joko.
“Kau tak akan meninggalkan tempat ini tanpa menjawab jujur pertanyaan kami!” sahut Ratu Selendang Asmara. Si nenek telah sentakkan selendang hitam di pundaknya. Selendang hitam panjang itu diputar-putar perdengarkan deruan angker. Tidak jauh dari Ratu Selendang Asmara, Bayangan Tanpa Wajah memandang tajam dengan mulut terkancing rapat. Kedua tangannya menakup di atas kepala.
Pendekar 131 sempat terkesiap ketika melihat paras wajah Bayangan Tanpa Wajah. Karena wajah orang ini berubah-ubah. Sesaat tampak membentuk seperti raut wajah orang biasa, namun saat lain berubah menjadi tanpa bentuk. Hal ini berlangsung terus menerus. Inilah tanda jika Bayangan Tanpa Wajah telah dilanda kemarahan besar!
Mendadak Bayangan Tanpa Wajah hentakkan kaki kanannya. Dari takupan kedua tangannya melesat asap hitam ke udara. Dengan cepat asap hitam menukik dan menghantam tanah. Begitu bersentuhan dengan tanah, asap hitam membentuk dua bayangan sosok manusia tanpa wajah.
Bayangan Tanpa Wajah buka takupan kedua tangannya lalu disentakkan ke depan. Saat yang sama dua sosok bayangan hitam tanpa wajah ikut pula gerakkan kedua tangan masing-masing. Bukan hanya sampai di situ, begitu lepas pukulan, dua sosok bayangan hitam tanpa wajah segera membuat gerakan berputar-putar. Kini dua sosok bayangan hitam itu berubah menjadi beberapa bayangan hitam!
Tiga gelombang asap hitam menyergap ganas ke arah Pendekar 131. Saat bersamaan dua sosok bayangan hitam yang berputar dan berubah menjadi beberapa bayangan terus mengitari sosok murid Pendeta Sinting. Mereka seolah tidak terpengaruh dengan gelombang asap hitam yang baru saja melesat.
Pendekar 131 cepat siapkan pukulan ‘Lembur Kuning’. Saat itu juga kedua tangannya berubah disemburati warna kekuningan. Namun Joko tidak bisa benar-benar pusatkan perhatian. Karena perhatiannya pecah oleh beberapa bayangan hitam yang terus berputar dan mendekat ke arahnya. Dia jadi serba salah. Kalau menghadang pukulan orang, dia khawatir beberapa bayangan hitam yang berputar akan langsung menyergapnya. Namun kalau tidak menghadang pukulan orang, niscaya jiwanya tidak akan selamat!
Dalam keadaan begitu rupa, Joko berpikir cepat. Dia segera melepas pukulan ‘Lembur Kuning’. Dan begitu kedua tangannya telah bergerak, dia melompat ke atas.
Wuutt! Wuutt!
Dua gelombang dahsyat segera menyambar disertai bertebarannya hawa panas luar biasa. Sinar warna kuning berkiblat silaukan mata.
Tiga gelombang asap hitam tampak tertahan di atas udara. Lalu tersapu begitu sinar kuning berkiblat. Tiga gelombang asap hitam bertabur berantakan. Sinar kuning mental lalu porak-poranda! Terdengar tiga gelegar ledakan.
Sosok Bayangan Tanpa Wajah terbang tersapu sampai satu setengah tombak ke belakang. Bersamaan dengan itu putaran beberapa bayangan hitam terhenti lalu ikut bergerak mundur beberapa langkah! Kedua kaki Bayangan Tanpa Wajah tampak menekuk lalu jatuh terduduk dengan mulut semburkan darah. Hebatnya, beberapa bayangan hitam yang sesaat mundur, tiba-tiba bergerak dan berputar lagi! Malah putarannya makin cepat dan Joko laksana hanya melihat bayangan samar-samar!
Saat itulah Pendekar 131 mendengar beberapa deruan dahsyat. Joko tak mau menunggu. Dia kembali siapkan pukulan ‘Lembur Kuning’ meski sosoknya sempat terpelanting jungkir balik di atas udara.
Namun belum sampai kedua tangan Joko bergerak lepaskan pukulan ke arah beberapa bayangan di bawah, satu benda hitam meliuk ganas perdengarkan suara angker.
Murid Pendeta Sinting urungkan niat untuk lepaskan pukulan ‘Lembur Kuning’. Sebaliknya segera hantamkan kedua tangannya ke arah benda hitam yang bukan lain adalah selendang hitam milik Ratu Selendang Asmara!
Namun ternyata gerakan selendang hitam lebih cepat dari hantaman kedua tangan Joko. Hingga tanpa ampun lagi ujung selendang hitam menyambar ke arah lambung murid Pendeta Sinting.
Breett!
Pakaian Joko langsung robek menganga. Saat yang sama beberapa gelombang dahsyat menyambar dari bawah! Joko tersentak. Kedua tangannya yang belum sempat menghantam cepat ditarik pulang lagi lalu dihantamkan ke arah beberapa gelombang yang datang.
Bummm! Bummmm! Bummm! Bummmm!
Terdengar beberapa kali ledakan keras. Beberapa bayangan hitam langsung perdengarkan suara laksana api terkena siraman air. Lalu kepulkan asap hitam membubung ke angkasa. Saat itulah terdengar bentakan keras dari mulut Bayangan Tanpa Wajah. Asap hitam menukik deras lalu melesat dan masuk ke dalam takupan kedua tangan Bayangan Tanpa Wajah yang tampak duduk bersila dengan mata terpejam.
Di atas udara sana, sosok murid Pendeta Sinting terbanting dua kali. Saat lain sosoknya melayang ke bawah.
Ratu Selendang Asmara tak menunggu lagi. Tangan kanannya segera bergerak. Selendang hitam meliuk ganas. Joko masih dapat menangkap gerakan selendang hitam. Namun sudah terlambat baginya untuk membuat gerakan menghadang atau berkelit.
Ratu Selendang Asmara menyeringai. Tangan kanannya yang memegang selendang hitam bergerak dua kali. Tahu-tahu tukikan sosok murid Pendeta Sinting tertahan. Joko melirik karena dia tidak bisa bernapas.
Ternyata bagian perut dan dadanya telah terlilit selendang hitam si nenek!
Walau masih menahan sakit pada kedua tangan dan dadanya akibat bentrok pukulan, namun Joko masih berusaha untuk hantamkan kedua tangannya untuk memotong gerakan selendang. Tapi si nenek lebih cepat bergerak. Dia sentakkan tangan kanannya. Selendang hitam yang melilit perut dan dada murid Pendeta Sinting pun terlepas. Namun bersamaan itu sosok Joko menukik deras dan akhirnya jatuh terkapar di atas tanah dengan mulut kucurkan darah!
Bayangan Tanpa Wajah tak sia-siakan kesempatan. Dia segera melesat ke depan dengan posisi masih duduk bersila. Tangan kiri kanannya berkelebat hendak sarangkan dua totokan dahsyat.
Pendekar 131 hanya bisa memandang pada gerakan kedua tangan Bayangan Tanpa Wajah tanpa bisa membuat gerakan apa-apa!
Takkkk!
Tangan kanan Bayangan Tanpa Wajah lakukan totokan pada lambung kiri Pendekar 131. Sementara tangan kiri terus berkelebat hendak sarangkan totokan pada pundak kanan murid Pendeta Sinting.
Joko berseru tertahan. Dia merasakan lambungnya kaku dan separo anggota tubuhnya sebelah kiri tegang tak bisa digerakkan! Namun Joko masih coba gerakkan tangan kanan untuk menghadang kelebatan tangan kiri Bayangan Tanpa Wajah. Tapi gerakan tangan kiri Bayangan Tanpa Wajah rupanya lebih cepat. Hingga baru saja murid Pendeta Sinting angkat tangan kanannya, tangan kiri Bayangan Tanpa Wajah sudah menyusup ke arah ketiaknya!
Satu telunjuk jari lagi tangan kiri Bayangan Tanpa Wajah sarangkan totokan, mendadak satu bayangan putih berkelebat. Tidak terdengar adanya gelombang yang menyambar. Namun bersamaan itu sosok tubuh murid Pendeta Sinting tersapu ke belakang lalu menyusur tanah dan akhirnya menghantam satu gugusan batu di belakang sana. Namun sapuan itu membuat dirinya selamat dari totokan tangan kiri Bayangan Tanpa Wajah.
Bayangan Tanpa Wajah perdengarkan dengusan keras. Dia cepat berpaling ke samping kanan. Dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa adanya bayangan putih. Namun Bayangan Tanpa Wajah tidak peduli. Dia maklum kalau ada orang yang ikut campur urusannya. Hingga tanpa melihat siapa adanya orang, dia segera hantamkan kedua tangannya.
Ratu Selendang Asmara terlengak melihat munculnya orang. Tanpa pedulikan pula siapa adanya orang, dia sentakkan selendang di tangan kanannya. Selendang hitam meliuk ganas.
Orang berbaju putih membuat gerakan berputar satu kali. Tangan kiri kanannya bergerak.
Gelombang yang menggebrak dari kedua tangan Bayangan Tanpa Wajah langsung ambyar lenyap! Bahkan bersamaan itu sosok Bayangan Tanpa Wajah terjengkang jatuh di atas tanah.
Di lain pihak, tiba-tiba gerakan selendang hitam Ratu Selendang Asmara laksana dihempas gelombang luar biasa dan mental balik! Tangan kanan si nenek terlempar ke belakang.
Orang berbaju putih gerakkan tangan kirinya sekali lagi ke arah ujung selendang yang ikut tertarik ke belakang. Selendang hitam milik Ratu Selendang Asmara meliuk dan tahu-tahu melilit pada tubuh si nenek sendiri!
Orang berbaju putih putar pandangan sesaat. Lalu berkelebat ke arah jatuhnya murid Pendeta Sinting. Tanpa perdengarkan suara, dia gerakkan tangan kanannya. Tahu-tahu sosok tubuh Joko sudah berada di pundak kanan orang.
Bayangan Tanpa Wajah menggeram marah. Dia cepat bergerak duduk. Kembali kedua tangannya lepas pukulan. Ratu Selendang Asmara tak berdiam diri. Tangan kirinya ikut lepas pukulan.
Di sebelah samping, Dewi Bunga Asmara yang sejak tadi hanya melihat seraya bergerak mundur hindarkan diri dari bias bentroknya pukulan, segera pula hantamkan kedua tangan begitu melihat orang berbaju putih angkat tubuh murid Pendeta Sinting.
Gabungan pukulan tiga orang melesat angker ke arah orang berbaju putih. Di depan sana, orang berbaju putih hanya memandang sesaat. Tanpa berusaha menghadang pukulan, dia sentakkan kedua kakinya. Sosoknya melesat ke samping lalu berkelebat tinggalkan tempat itu.
Blarr! Blarrr! Blarrr!
Gugusan batu di belakang mana tadi Joko terkapar langsung semburat. Tanahnya ikut bertabur menutup pemandangan.
Bayangan Tanpa Wajah dan Ratu Selendang Asmara hendak mengejar. Namun mendadak mereka urungkan niat masing-masing tatkala mereka berdua merasakan sekujur tubuhnya kaku tak bisa digerakkan!
Di lain pihak, karena tidak merasakan seperti apa yang dialami Bayangan Tanpa Wajah dan Ratu Selendang Asmara, Dewi Bunga Asmara segera berkelebat.
“Tahan!” seru Ratu Selendang Asmara, membuat Dewi Bunga Asmara hentikan gerakan. Dia berpaling pada gurunya yang perlahan-lahan melorot jatuh di atas tanah dengan selendang masih melilit tubuhnya.
“Bang Sun Giok! Cepat lepas lilitan selendang ini! Lalu lepas pula totokan keparat di tubuhku!” Ratu Selendang Asmara berteriak.
“Aneh…. Bagaimana mungkin dia bisa terkena totokan?!” kata Bang Sun Giok alias Dewi Bunga Asmara dalam hati seraya melompat ke arah gurunya. Dia cepat lepaskan lilitan selendang pada tubuh Ratu Selendang Asmara.
“Apa lagi yang kau tunggu! Lepas totokan di empat jalur darah punggungku!” kata Li Muk Cin alias Ratu Selendang Asmara ketika mendapati Dewi Bunga Asmara masih diam memperhatikan.
Walau masih merasa heran, namun Dewi Bunga Asmara cepat melangkah ke belakang. Kedua tangannya bergerak di empat tempat punggung Ratu Selendang Asmara. Ratu Selendang Asmara sendiri tampak pejamkan kedua matanya. Dan begitu Dewi Bunga Asmara telah gerakkan kedua tangannya, si nenek menghela napas panjang. Perlahan-lahan sepasang matanya dibuka lalu bangkit berdiri dan melangkah ke arah Bayangan Tanpa Wajah yang duduk bersimpuh tak bergerak-gerak.
Ratu Selendang Asmara duduk bersila di depan Bayangan Tanpa Wajah. Saat bersamaan kedua tangannya bergerak. Jari telunjuk kedua tangannya dilipat lalu dihantamkan perlahan pada empat tempat di sekitar dada dan lambung Bayangan Tanpa Wajah.
Bayangan Tanpa Wajah mendongak. “Orang itu melepas pukulan ilmu ‘Sembilan Gerbang Matahari’ tingkat tiga!”
“Bagaimana mungkin? Bukankah satu-satunya orang yang menguasai ilmu ‘Sembilan Gerbang Matahari’ sudah dikabarkan tewas karena beberapa puluh tahun terakhir tidak terdengar lagi beritanya?!” sahut Ratu Selendang Asmara dengan wajah keheranan.
“Kabar yang tersiar tidak selamanya benar. Terbukti masih ada orang yang bisa melepas ilmu ‘Sembilan Gerbang Matahari’!”
“Jadi…?”
“Aku yakin orang tadi itu adalah Bu Beng La Ma! Satu-satunya orang di daratan Tibet yang menguasai ilmu ‘Sembilan Gerbang Matahari’!”
“Hem…. Ini satu tanda kalau rencana kita akan terganjal! Mustahil kita mampu berhadapan dengan Bu Beng La Ma!”
“Ini juga satu isyarat jika pemuda itulah yang kita cari! Tak mungkin Bu Beng La Ma turun tangan tanpa ada sesuatu yang sangat penting! Apalagi akhir-akhir ini namanya sudah lenyap dari peredaran rimba persilatan. Bahkan hampir semua orang sudah menduga kalau dia telah tewas ditelan usia!” kata Bayangan Tanpa Wajah seraya beranjak bangkit mengikuti Ratu Selendang Asmara yang bangkit dahulu.
“Lalu apa yang harus kita perbuat?!”
“Kita teruskan rencana pencarian ini! Tak mungkin Bu Beng La Ma akan terus mengikuti ke mana langkah pemuda itu!” jawab Bayangan Tanpa Wajah seraya menahan dadanya dengan kedua tangan karena masih terasa nyeri.
“Selama ini aku hanya mengenal Bu Beng La Ma tanpa tahu di mana tempat tinggalnya! Kau tahu di mana tokoh itu berdiam diri?!” tanya Ratu Selendang Asmara.
“Mendiang guruku pernah bercerita. Bu Beng La Ma tinggal di sebuah kuil di puncak bukit. Karena kuil itu tidak beratap, kalangan rimba persilatan saat itu menamakannya Kuil Atap Langit.”
“Tempatnya…?!”
“Perjalanan dua hari dua malam dari pesisir ke arah utara!”
“Kita harus ke sana!” kata Ratu Selendang Asmara. “Kita tunggu sampai pemuda itu turun bukit! Dan sedapat mungkin kita hindari bentrok dengan Bu Beng La Ma!”
Tanpa menunggu jawaban dari Bayangan Tanpa Wajah, Ratu Selendang Asmara berpaling pada Dewi Bunga Asmara.
“Sun Giok! Kau pulanglah! Perjalanan ini sangat berbahaya!”
Dewi Bunga Asmara geleng kepala. “Aku ikut!”
Karena sudah tahu bagaimana sifat muridnya, meski amat berat pada akhirnya Ratu Selendang Asmara tak bisa mencegah.
“Tapi kau harus berhati-hati! Jangan berani lancang melepas pukulan kalau tidak dalam keadaan terpaksa! Kau kuajak hanya untuk berjaga-jaga bila sesuatu terjadi padaku!”
Dewi Bunga Asmara anggukkan kepala meski dalam hati dia mengatakan sebaliknya. “Aku sudah besar. Aku tahu apa yang harus kulakukan!”
“Kita berangkat sekarang!” kata Ratu Selendang Asmara. Dia memberi isyarat pada Dewi Bunga Asmara. Saat lain si nenek mendahului berkelebat. Disusul kemudian oleh Dewi Bunga Asmara. Bayangan Tanpa Wajah menyusul di belakang.