“Ayah, Yah. Sudah dong!” aku meminta ayah berhenti sebelum sampai ke tempatnya. Terlebih dahulu dinyalakanlah saklar sambil terus menutupi telinga “Hihihi,” suara Ibu membuat mata dan mulut ternganga. Ibu? Dan, Radith? Apa Radith yang memainkannya? Sejak kapan dia bisa?
“Kalian?” ibu dan Radith menatapku secara bersamaan.
“Itu lagu apa barusan? Kok Radith bisa?” Aku mencoba bersikap biasa meski tatapan aneh mereka membuatku bergidik.
“Reserve. Karlmayer.” Radith menjawab datar, seperti bukan Radith. Kemudian permainan yang sempat terhenti, kembali ia mainkan. Juga suara senandung ibu yang samar liriknya, seperti bahasa asing mengiringi. Mereka tak memperdulikan diri ini sedikit pun. Aku pun menutup telinga lebih rapat.
“Hentikan!” aku memohon kencang. Ibu berhenti menyanyi, dan beralih melihatku. Seram. Dia seperti bukan ibu.
“Hihihi,” rintihan tawa ibu yang parau malah semakin merasa ada yang berbeda.
Ibu mencengkram tangan dengan kuat, sampai aku merasa kesakitan. Aku berusaha melepaskan diri dan buru-buru memutuskan meminta tolong pada ayah. Sebelum sempat pergi, ibu kembali meraih tanganku.