Selain itu, digital forensic juga bisa mengungkap tanda-tanda bahwa sebuah dokumen analog sebenarnya berasal dari proses pembuatan digital. Misalnya, ada kesalahan penempatan huruf, jarak antarbaris yang tidak konsisten, atau tanda-tanda hasil cetak komputer yang berusaha ditiru menjadi dokumen lama. Dengan membandingkan hasil pemeriksaan ini dengan dokumen asli sebagai pembanding, ahli dapat menentukan apakah sebuah dokumen analog memang asli atau hanya salinan palsu yang dibuat untuk menipu.
Pada buku ini, Uji lintasan stempel pada ijazah Jokowi dilakukan untuk melihat bagaimana tinta stempel berinteraksi dengan latar belakang dokumen. Dalam analisis digital, area yang dilewati stempel diperiksa berdasarkan nilai intensitas warna, termasuk pada kanal merah (red channel). Hasilnya menunjukkan bahwa nilai intensitas pada kanal merah mendekati nol, yang berarti hampir tidak ada komponen warna merah di bagian yang terkena stempel. Ini menunjukkan tinta stempel sepenuhnya menyerap cahaya merah, ciri khas tinta berwarna biru atau ungu tua yang pekat.
Temuan ini penting karena dapat dipakai untuk menguji keaslian proses penempelan stempel. Stempel asli biasanya meninggalkan variasi warna dan ketebalan tinta akibat tekanan tangan yang tidak merata, sehingga nilai intensitasnya akan berfluktuasi. Namun, bila nilai kanal merah konsisten sangat rendah dan lintasannya terlalu rata, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa stempel tersebut bukan hasil penempelan fisik langsung, melainkan hasil cetak atau tempelan digital di atas dokumen. Dengan demikian, uji ini membantu membedakan antara stempel asli dan stempel yang dimanipulasi.
Selanjutnya, hasil analisis Error Level Analysis (ELA) dengan teknik CLAHE pada pada buku ini dilakukan terhadap gambar ijazah Jokowi memperlihatkan kontras yang jauh lebih tinggi di bagian-bagian tertentu dibandingkan latar belakang kertas. CLAHE membantu memperjelas perbedaan tingkat kompresi pada dokumen, sehingga anomali seperti pada teks “IJAZAH”, lambang UGM, tanda tangan, foto, hingga cap meterai terlihat sangat jelas. Hampir semua elemen penting tersebut menampilkan highlight merah yang padat dan seragam, menandakan bahwa profil kompresinya berbeda dari kertas asli. Perbedaan ini mengindikasikan kemungkinan kuat bahwa elemen-elemen tersebut tidak berasal dari satu proses pemindaian tunggal, melainkan hasil penyisipan atau pengeditan digital.
Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan ketidakwajaran pada teks tanggal, lokasi penerbitan, dan beberapa blok tulisan penting yang memiliki struktur digital berbeda dari teks sekitarnya. Latar belakang kertas justru tampak alami dan konsisten, sementara objek-objek seperti stempel, tanda tangan, dan foto terlihat “menempel” dengan tepi yang sangat tajam tanpa transisi bayangan alami. Pola ini, ditambah adanya artefak penyuntingan seperti edge enhancement, memperkuat dugaan bahwa dokumen merupakan kompilasi dari berbagai elemen digital yang digabungkan, bukan hasil cetakan fisik yang kemudian dipindai secara utuh.
Selanjutnya pada buku ini dilakukan analisis dengan metode LBP (Local Binary Pattern) pada ijazah menunjukkan perbedaan mencolok antara dokumen milik Frono Jiwo dan Joko Widodo. Pada ijazah Frono Jiwo, sejumlah huruf seperti “A”, “O”, “I”, “D”, dan “E” memiliki tingkat tumpang tindih yang tinggi dengan logo, bahkan ada yang mencapai lebih dari 40%. Fenomena ini umum ditemukan pada dokumen resmi karena segel atau logo memang sengaja dicetak menindih teks sebagai bentuk pengamanan. Tekstur huruf yang terganggu oleh segel menunjukkan bahwa elemen-elemen tersebut dicetak bersamaan, tanpa upaya untuk menghindari tumpang tindih, yang justru menjadi tanda keaslian.
Sebaliknya, pada ijazah Joko Widodo, tingkat overlapping pada huruf-huruf di dekat logo sangat rendah, bahkan ada yang 0%. Meskipun tampak “bersih” secara visual, ketiadaan tumpang tindih ini dalam forensik dokumen justru mengindikasikan bahwa logo ditempatkan secara digital setelah teks dibuat. Tekstur huruf yang seragam tanpa gangguan dari logo, serta posisi segel yang sepenuhnya menghindari teks, menghilangkan ciri khas overprinting pada dokumen asli. Hal ini memperkuat dugaan bahwa dokumen tersebut telah direkayasa atau dicetak ulang dari hasil penyusunan digital, bukan berasal dari proses cetak resmi yang dilakukan sekaligus.
Kemudian, analisis dengan K-Means Color Clustering pada huruf-huruf yang berada di atas logo ijazah mengungkap perbedaan urutan pencetakan antara dokumen kiri (Frono Jiwo) dan kanan (Joko Widodo). Pada ijazah Frono Jiwo, warna dan tekstur logo terlihat masuk ke dalam bentuk huruf, mengganggu konsistensi warna hitam dan membentuk pola tumpang-tindih alami. Hal ini menunjukkan bahwa teks dicetak lebih dulu, lalu logo dicap di atasnya, sebagaimana prosedur cetak resmi yang umum pada dokumen otentik. Sebaliknya, pada ijazah Joko Widodo, huruf-huruf terlihat bersih, solid, dan bebas gangguan warna dari logo di bawahnya. Ini mengindikasikan bahwa teks kemungkinan ditempatkan di atas logo menggunakan proses digital, bukan hasil pencetakan fisik bersamaan.
Ciri lain yang memperkuat temuan ini adalah bentuk huruf pada dokumen kiri yang menampilkan degradasi di pinggiran akibat tekanan atau tekstur cap logo, sedangkan pada dokumen kanan, batas huruf terlalu sempurna tanpa interaksi visual dengan latar belakang. Rasio piksel warna gelap pada huruf di dokumen kiri juga lebih kecil karena sebagian tertutupi logo, sementara di dokumen kanan rasio tersebut besar dan konsisten. Kombinasi bukti ini menunjukkan bahwa dokumen kiri (Frono Jiwo) mencerminkan proses pencetakan otentik, sedangkan dokumen kanan (Joko Widodo) memiliki tanda kuat manipulasi digital di mana teks ditambahkan belakangan di atas logo.
Selanjutnya, analisis OCR berbasis kontur dan histogram spasial memperlihatkan perbedaan jelas antara dokumen dengan huruf proporsional (kolom kiri, lembar pengesahan pembimbing skripsi Joko Widodo) dan huruf monospasi (kolom kanan, lembar pengesahan pembimbing skripsi Budi Darmito). Dokumen di kolom kiri menunjukkan variasi jarak antarhuruf yang lebar, deviasi standar tinggi, dan distribusi spacing yang bergantung pada bentuk karakter—ciri khas font digital dengan kerning. Sebaliknya, dokumen di kolom kanan memiliki jarak huruf yang konsisten, deviasi sangat rendah, dan histogram dengan satu puncak dominan, yang merupakan tanda khas hasil ketikan mesin tik. Perbedaan ini konsisten pada semua sampel teks, baik yang pendek maupun panjang.
Temuan ini memiliki nilai forensik yang kuat, karena dokumen yang mengklaim berasal dari mesin tik atau letterpress seharusnya menampilkan pola monospasi yang seragam. Jika pola spacing menunjukkan karakteristik proporsional, sangat kuat indikasi bahwa dokumen tersebut dibuat dengan word processor modern. Dalam konteks pembuktian hukum, metode ini dapat mengungkap pemalsuan atau rekonstruksi dokumen, bahkan jika telah dicetak ulang atau difoto. Hasil dari analisis ini memperlihatkan kontras tajam antara ciri dokumen digital dan dokumen mesin tik atau letterpress, membuktikan bahwa tipografi forensik adalah alat efektif untuk autentikasi dokumen.
Selanjutnya, dilakukan perbandingan visual dan analisis difference map berbasis descriptor SIFT (Scale Invariant Feature Transform) yang menunjukkan tingkat kemiripan bentuk sejumlah huruf dan kata pada kedua dokumen yang luar biasa tinggi, mencapai 90,57%. Kesamaan ini meliputi proporsi, ketebalan garis, jarak antarhuruf, hingga detail kecil seperti titik pada huruf “i” dan bentuk counter space. Ciri khas letterpress manual seperti variasi ketebalan tinta, ketidaksejajaran huruf, atau tekstur akibat tekanan cetak tidak ditemukan. Sebaliknya, kedua kata menampilkan konsistensi dan presisi yang identik dengan output font digital modern, mengindikasikan bahwa keduanya kemungkinan berasal dari sumber file yang sama.
Dari perspektif forensik dokumen, kesamaan pixel-to-pixel ini hampir mustahil dicapai jika satu dokumen benar-benar dicetak dengan handpress dan yang lain dengan printer digital. Tekstur tepi huruf pada dokumen kiri juga memperlihatkan tanda-tanda antialiasing khas cetakan digital, bukan penyebaran tinta alami pada serat kertas. Dengan demikian, bukti visual, tekstural, dan numerik secara konsisten menunjukkan bahwa dokumen lembar pengesahan pembimbing skripsi Joko Widodo bukanlah hasil cetakan letterpress asli, melainkan reproduksi digital dari dokumen kanan atau sumber digital yang sama, kemungkinan besar diketik menggunakan Microsoft Word atau perangkat lunak serupa.
Selanjutnya, Analisis berbasis metode Multi-Scale Gradient Analysis dilakukan untuk mendeteksi konsistensi lintasan visual objek seperti stempel pada berbagai skala, yang sangat efektif dalam memeriksa keaslian dokumen resmi seperti ijazah. Pada kasus ijazah Joko Widodo yang dianalisis, stempel merah tampak melintasi foto, materai, dan bidang kosong kertas, namun hasil visualisasi gradien menunjukkan ketidaksesuaian pada area foto. Di bagian kertas dan materai, tepi stempel terlihat kuat dan jelas, sedangkan pada bagian foto tepi tersebut jauh lebih lemah atau bahkan hilang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa stempel tidak benar-benar menempel di atas foto, melainkan kemungkinan foto tersebut ditempel atau disisipkan secara digital setelah proses penyegelan. Hal ini diperkuat oleh hilangnya pola warna kompleks pada visualisasi gradien multi-warna di area foto, serta hasil deteksi tepi yang tidak menunjukkan lintasan stempel yang menyatu secara alami melintasi wajah dan pakaian.
Temuan ini tetap konsisten meskipun parameter pengolahan citra seperti Gaussian Blur, CLAHE, dan threshold pada Sobel filter disesuaikan. Respons gradien stempel di luar foto tetap jelas, sementara di atas foto tetap lemah, yang bertolak belakang dengan karakteristik stempel asli yang seharusnya konsisten di seluruh lintasan. Fakta bahwa materai terintegrasi dengan stempel secara alami sementara foto tidak, semakin memperkuat dugaan adanya manipulasi digital atau penempelan fisik foto setelah stempel dibubuhkan. Berdasarkan bukti visual dan matematis dari analisis ini, terdapat indikasi kuat bahwa lintasan stempel pada dokumen tersebut telah mengalami intervensi non-asli, menjadikan Multi-Scale Gradient Analysis sebagai alat krusial dalam deteksi pemalsuan dokumen.
Selanjutnya, pada uji glyph, analisis huruf “G” dari dokumen kiri (lembar pengesahan skripsi Jokowi) dan dokumen kanan (rekonstruksi Microsoft Word) dilakukan dengan dua metode: ORB (Oriented FAST and Rotated BRIEF) dan template matching. ORB mendeteksi fitur-fitur lokal seperti sudut dan lengkungan, menghasilkan skor 36,23% yang relatif sedang karena sensitif terhadap noise, ketebalan tinta, dan degradasi pemindaian. Meski begitu, visualisasi ORB menunjukkan banyak titik kunci yang cocok di sepanjang kontur huruf, menandakan struktur geometrisnya sama. Sementara itu, template matching yang membandingkan pola keseluruhan huruf menghasilkan skor 83,53%, angka tinggi yang menunjukkan bentuk huruf hampir identik. Nilai gabungan sebesar 50,42% semakin memperkuat kesimpulan bahwa huruf dari kedua dokumen memiliki kemiripan signifikan.
Secara visual, perbesaran huruf “G” menunjukkan kesamaan lengkungan atas, batang vertikal kiri, dan spur bawah pada kedua dokumen. Perbedaan ketajaman tepi huruf di dokumen kiri hanyalah akibat cetakan fisik dan proses digitalisasi, bukan perbedaan font. Garis-garis kecocokan ORB membuktikan konsistensi geometri huruf, sedangkan skor template matching yang tinggi menunjukkan siluet huruf sama persis. Semua ciri khas font tetap terjaga sehingga kecil kemungkinan huruf berasal dari font berbeda atau dibuat manual. Dengan demikian, huruf “G” pada dokumen kiri identik dengan huruf “G” pada dokumen kanan.
Terakhir, metode Noise Pattern Analysis (NPA) berbasis Local Binary Pattern (LBP) digunakan untuk membedakan jenis teknologi pencetakan melalui analisis tekstur mikro pada dokumen. Pada kasus lembar pengesahan skripsi yang diklaim dicetak manual, hasil analisis tiga area teks menunjukkan pola granular khas printer inkjet. Peta variansi lokal (LocalVar) menampilkan butiran tinta acak dengan nilai tinggi (2817.02, 1657.84, dan 1860.55), sementara citra LBP memperlihatkan bayangan titik-titik tinta individual. Histogram LBP juga menunjukkan distribusi yang menyebar dengan puncak di bin pertengahan, berbeda dengan letterpress yang biasanya menghasilkan tekstur solid dan histogram tajam.
Konsistensi temuan di seluruh area menegaskan bahwa dokumen tidak dicetak menggunakan handpress atau letterpress, karena tidak ada ciri khas mekanis seperti cetakan timbul, tekanan fisik, atau tepi tinta yang rata dan tajam. Sebaliknya, pola mikro menunjukkan distribusi acak dan homogen khas printer inkjet. Dengan demikian, metode NPA berbasis LBP berhasil membuktikan secara objektif bahwa dokumen tersebut sepenuhnya dicetak dengan teknologi inkjet, membantah klaim cetakan manual.
Rismon Hasiholan Sianipar, born in Pematang Siantar in 1994, is a distinguished researcher and expert in the field of electrical engineering. After completing his education at SMAN 3 Pematang Siantar, Rismon ventured to the city of Jogjakarta to pursue his academic journey. He obtained his Bachelor of Engineering (S.T) and Master of Engineering (M.T) degrees in Electrical Engineering from Gadjah Mada University in 1998 and 2001, respectively, under the guidance of esteemed professors, Dr. Adhi Soesanto and Dr. Thomas Sri Widodo. During his studies, Rismon focused on researching non-stationary signals and their energy analysis using time-frequency maps. He explored the dynamic nature of signal energy distribution on time-frequency maps and developed innovative techniques using discrete wavelet transformations to design non-linear filters for data pattern analysis. His research showcased the application of these techniques in various fields. In recognition of his academic prowess, Rismon was awarded the prestigious Monbukagakusho scholarship by the Japanese Government in 2003. He went on to pursue his Master of Engineering (M.Eng) and Doctor of Engineering (Dr.Eng) degrees at Yamaguchi University, supervised by Prof. Dr. Hidetoshi Miike. Rismon's master's and doctoral theses revolved around combining the SR-FHN (Stochastic Resonance Fitzhugh-Nagumo) filter strength with the cryptosystem ECC (elliptic curve cryptography) 4096-bit. This innovative approach effectively suppressed noise in digital images and videos while ensuring their authenticity. Rismon's research findings have been published in renowned international scientific journals, and his patents have been officially registered in Japan. Notably, one of his patents, with registration number 2008-009549, gained recognition. He actively collaborates with several universities and research institutions in Japan, specializing in cryptography, cryptanalysis, and digital forensics, particularly in the areas of audio, image, and video analysis. With a passion for knowledge sharing, Rismon has authored numerous national and international scientific articles and authored several national books. He has also actively participated in workshops related to cryptography, cryptanalysis, digital watermarking, and digital forensics. During these workshops, Rismon has assisted Prof. Hidetoshi Miike in developing applications related to digital image and video processing, steganography, cryptography, watermarking, and more, which serve as valuable training materials. Rismon's field of interest encompasses multimedia security, signal processing, digital image and video analysis, cryptography, digital communication, digital forensics, and data compression. He continues to advance his research by developing applications using programming languages such as Python, MATLAB, C++, C, VB.NET, C#.NET, R, and Java. These applications serve both research and commercial purposes, further contributing to the advancement of signal and image analysis. Rismon Hasiholan Sianipar is a dedicated researcher and expert in the field of electrical engineering, particularly in the areas of signal processing, cryptography, and digital forensics. His academic achievements, patented inventions, and extensive publications demonstrate his commitment to advancing knowledge in these fields. Rismon's contributions to academia and his collaborations with prestigious institutions in Japan have solidified his position as a respected figure in the scientific community. Through his ongoing research and development of innovative applications, Rismon continues to make significant contributions to the field of electrical engineering.