Melalui pendekatan hybrid paradox yang khas, penulis menggali makna-makna tersembunyi di balik desain, tata letak, dan fungsi ruang masjid sebagai pusat spiritual, sosial, ekologis, dan kultural. Buku ini bukan sekadar studi arsitektur atau sejarah, tetapi refleksi mendalam tentang bagaimana Islam Nusantara dibangun dengan cinta, kolaborasi, dan kesadaran konteks.
Ditulis dalam bentuk esai panjang yang mengalir, buku ini cocok dibaca oleh arsitek, akademisi, budayawan, santri, hingga siapa pun yang ingin memahami bagaimana warisan Walisongo tidak hanya layak dikenang, tapi juga layak dihidupkan kembali. Sebuah karya kontemplatif sekaligus inspiratif yang mengajak kita tidak hanya menjadi pewaris masjid, tetapi juga penjaga makna.
Dian Nafi adalah penulis, arsitek, dan peneliti yang mengabdikan diri pada pencarian titik temu antara spiritualitas, arsitektur, keberlanjutan, dan keadilan sosial. Latar belakang akademiknya di bidang arsitektur dan perencanaan kota berpadu dengan kepekaannya sebagai penulis kreatif dan pengamat budaya.
Sebagai dosen, fasilitator literasi, dan aktivis lingkungan binaan, Dian telah menulis berbagai buku, esai, dan artikel yang mengangkat tema Islam Nusantara, ekofeminisme, dan ruang-ruang inklusif. Ia dikenal melalui pendekatannya yang khas: menggabungkan riset akademik, narasi budaya, dan kedalaman refleksi spiritual dalam satu harmoni.
Karya ini merupakan bagian dari upaya panjangnya untuk menghidupkan kembali warisan arsitektur Islam dengan cara yang peka konteks, berakar budaya, dan menyemai masa depan. Bagi Dian, masjid bukan hanya bangunan ibadah, tetapi juga narasi peradaban yang harus terus ditafsir ulang dan dilanjutkan.