Tapi dalam hidup Ajeng, hanya ada duka yang beriringan bersamanya. Dalam sekejap hidupnya berubah, surat kesehatan yang diterimanya menjadi penyebab. Kanker otak yang juga membawa kakeknya pergi untuk selamanya, bersarang dalam tubuh enam belas tahunnya.
Tapi meski begitu, ada satu hal yang Ajeng syukuri dari semua kejadian buruk. Perhatian yang selama ini hanya milik kakaknya mulai Ajeng rasakan, sedikit demi sedikit. Perlakuan baik dari kekasihnya yang dingin menghangatkan hati Ajeng yang kesepian.
Dari hidupnya yang di ujung tanduk, Ajeng menerima banyak pelajaran berarti. Jika cinta yang sesungguhnya tak harus terucapkan oleh kata, dan kasih sayang sejati hanya dapat dirasakan dengan jiwa.