Meski masih merasakan kepalanya berkunang-kunang dan dadanya berdenyut nyeri serta anggota tubuhnya tegang kaku, Joko cepat membuat gerakan berkelebat.
Joko tidak berusaha untuk menghadang Hantu Pesolek dengan menyongsong kelebatannya, karena dia sudah pernah mengalami dan akibatnya fatal. Kantong putih berisi peta wasiat pemberian Guru Besar Pu Yi lenyap diambil Hantu Pesolek. Maka kali ini dia tidak mau mengulangi kesalahannya.
Di lain pihak, mendapati murid Pendeta Sinting berkelebat menyingkir. Hantu Pesolek melesat mengejar ke mana Joko menghindar.
Joko tidak menunggu sampai tubuh Hantu Pesolek mendekat dan beradu tangan. Begitu masih sepuluh langkah lagi sosok Hantu Pesolek sampai, Pendekar 131 sudah sentakkan kedua tangannya.
Wuuttt! Wuuutt!
Dua gelombang dahsyat berkiblat. Hantu Pesolek terpaksa hentikan gerakan berkelebatnya dan serta-merta dorongkan kedua tangannya.
Bummmm!
Bentrok gelombang pukulan terjadi. Sosok Hantu Pesolek terdorong keras di udara lalu melayang turun.
Tubuh Hantu Pesolek tampak terhuyung-huyung. Karena dia memapak pukulan waktu berada di udara. Sementara sosok Pendekar 131 hanya tersentak-sentak maju mundur.
“Serahkan kantong dan gelang itu padaku!” Hantu Pesolek angkat suara.
“Hem…. Tampaknya dia masih belum percaya dengan kantong di tangannya! Dia termakan ucapanku dan sikap Dewa Cadas Pangeran serta Dewa Asap Kayangan. Aku akan coba tawar menawar….” Joko membatin dalam hati. Lalu berkata.
“Kau sudah memiliki kantong. Untuk apa kau minta kantong yang ada padaku?!”
“Jangan bertanya! Turuti saja perintahku!”
“Kita sama-sama punya kantong. Bagaimana kalau kita bertukar?!”
“Aku minta kau serahkan kantong dan gelang itu padaku! Aku tidak minta….”
Belum selesai ucapan Hantu Pesolek, Joko sudah menukas.
“Kalau kau tidak mau bertukar, bagaimana kalau kau serahkan saja kantong di tanganmu padaku?! Bukankah kantong itu dahulu kau ambil dari tanganku?!”
Hantu Pesolek tidak sambuti ucapan murid Pendeta Sinting dengan angkat suara. Melainkan langsung melompat ke depan sambil lepaskan pukulan.
Joko tidak mau bertindak main-main apalagi dia yakin kantong di tangan Hantu Pesolek adalah kantong yang asli. Maka dia segera siapkan pukulan sakti ‘Lembur Kuning’. Hingga saat itu juga kedua tangannya pancarkan sinar kekuningan. Dan saat Joko sentakkan kedua tangannya, dua gelombang dahsyat berkiblat disertai sinar warna kuning yang semburkan hawa panas menyengat.
Blaamr!
Kembali terdengar ledakan keras. Sosok Hantu Pesolek tersapu ke belakang hingga beberapa langkah. Namun pemuda berkebaya ini masih bisa kuasai diri tidak sampai jatuh terjengkang meski parasnya berubah dan sosoknya bergetar keras.
Hantu Pesolek cepat lipat gandakan tenaga dalam, karena dia tadi tidak menduga jika akan dihadang dengan pukulan dahsyat, hingga sosoknya sempat tersapu.
Namun Hantu Pesolek tidak segera membuka pukulan, karena tiba-tiba dia merasakan mulutnya asin dan perutnya mual. Dia coba bertahan, tapi gagal hingga saat itu juga mulutnya mengembung sebelum akhirnya perdengarkan batuk muntahkan darah!
“Jahanam keparat!” maki Hantu Pesolek mengutuki dirinya sendiri karena dia sama sekali tidak menduga kalau bentrokan pukulan itu akan membuatnya terluka dalam.
Di lain pihak, karena sudah terluka akibat bentrok dengan Hantu Bulan Emas, bentrokan yang baru saja terjadi membuat dadanya makin sesak dan mulutnya megap-megap. Namun sejauh ini dia tidak mengalami luka dalam, karena pukulan yang dilepas Hantu Pesolek masih kalah dibanding pukulan yang dilepaskan Joko.
Hantu Pesolek rangkapkan kedua tangannya di atas kening. Lalu kedua kakinya ditekuk dan duduk di atas tanah.
“Apa pun yang dilakukan orang itu, pasti dia akan lepaskan pukulan andalannya!” Joko membatin. Lalu ikut-ikutan duduk di atas tanah dengan kedua tangan ditarik ke belakang. Saat itu juga telapak tangan kiri murid Pendeta Sinting berubah menjadi kebiruan. Inilah tanda kalau dia tengah siapkan pukulan sakti ‘Serat Biru’!
Hantu Pesolek sentakkan kedua tangannya sejajar dengan dada. Lalu dihantamkan ke depan.
Tidak ada suara deru yang terdengar. Gelombang pun tidak kelihatan. Tapi saat itu juga murid Pendeta Sinting rasakan sapuan angin gelombang luar biasa dahsyat. Hingga kalau dia tidak segera sentakkan kedua tangannya niscaya sosoknya akan segera terpental!
Wuuutt! Wuutt!
Dari tangan kiri Joko melesat serat-serat biru laksana benang.
Hantu Pesolek tertawa panjang, membuat semua kepala berpaling. Namun tiba-tiba pemuda berkebaya itu putuskan tawanya. Saat lain pemuda ini melakukan tindakan hebat. Sosoknya melesat laksana terbang ke arah Pendekar 131 menerabas serat-serat biru! Hebatnya, meski serat-serat biru itu bukan serat-serat biasa, namun Hantu Pesolek sepertinya tidak merasakan apa-apa!
Murid Pendeta Sinting melengak. Kuduknya jadi dingin mendapati pukulan ‘Serat Biru’-nya bukan saja tidak mampu menghantam Hantu Pesolek, namun pukulan itu laksana tidak punya kehebatan sama sekali. Hingga sosok Hantu Pesolek enak saja menerabas dan tidak merasakan apa-apa!
“Menyingkiiiiir!” Tiba-tiba Dewa Asap Kayangan berteriak.
Tanpa pikir panjang lagi Pendekar 131 sentakkan kedua kakinya ke atas tanah. Sosoknya berkelebat ke samping hindari gerakan sosok Hantu Pesolek. Tapi Joko jadi terkejut. Karena baru saja berkelebat ke samping, Hantu Pesolek sudah berada tiga langkah di depannya!
“Menyingkirrrrrrr!” Lagi-lagi terdengar teriakan. Kali ini diperdengarkan Dewa Cadas Pangeran.
Joko cepat turunkan kedua tangannya yang hendak lepaskan pukulan lagi ke arah Hantu Pesolek. Lalu berkelebat lagi menghindar. Tapi baru saja melesat, Hantu Pesolek sudah pula berada tidak jauh di hadapannya!
“Pukullllll!” Hampir berbarengan Dewa Cadas Pangeran dan Dewa Asap Kayangan berseru.
Meski masih dilanda keheranan, namun Joko segera angkat kedua tangannya dan langsung dihantamkan pada Hantu Pesolek.
Hantu Pesolek sempat perdengarkan teriakan marah. Lalu papasi kedua tangan Joko dengan sentakkan kedua tangannya.
Bukkk! Bukkk!
Sosok Hantu Pesolek langsung terdorong keras di udara. Kedua tangannya mental balik. Lalu jatuh terjengkang di atas tanah dengan mulut semburkan darah.
“Heran…. Bagaimana bisa begini?! Padahal pukulanku tadi pukulan biasa! Hanya mengandalkan tenaga dalam pada kedua tangan!” Joko membatin sambil pegangi kedua tangannya yang terasa ngilu dan mengembung merah.
Hantu Pesolek menoleh pada Dewa Cadas Pangeran dan Dewa Asap Kayangan seraya pegangi dadanya. Sepasang matanya mendelik angker. “Dari mana mereka tahu kelemahanku?! Aku tak bisa terus berada di tempat ini! Aku bisa celaka!”
Habis membatin begitu, Hantu Pesolek berteriak lantang.
“Dewa Cadas Pangeran! Dewa Asap Kayangan dan kau pemuda asing! Malam ganda sepuluh ini jadi saksi urusan antara kita! Kalian boleh sembunyi sampai ujung bumi, di bawah tanah di atas langit! Tapi kalian kelak akan kucari dan tak mungkin lolos sampai urusan kita selesaikan!”
Ucapannya belum selesai, Hantu Pesolek telah berkelebat.
“Kau boleh pergi sampai ujung dunia, sampai ke dalam tanah dan sampai ke atas langit! Tapi serahkan dahulu kantong di tanganmu! Itu kantongku!” Joko berteriak lalu melompat dan berdiri menghadang.
“Kawanku Hantu Pesolek…,” kata Dewa Asap Kayangan. “Turuti saja permintaan kawan kita itu! Urusan nanti kita selesaikan kelak di kemudian hari!”
“Kami tahu kelemahanmu!” Dewa Cadas Pangeran menyabut. “Kalau kau masih ingin selesaikan urusan kelak kemudian hari, turuti apa yang diminta pemuda kawan kita itu! Jika tidak, berarti urusan itu akan kita selesaikan malam ini juga!”
Tengkuk Hantu Pesolek jadi merinding. “Daripada nyawaku melayang dengan membawa dendam tak terbalas, lebih baik kuturuti saja permintaannya! Dengan begitu aku masih punya kesempatan untuk membalas!”
Tanpa buka suara, tangan Hantu Pesolek menyelinap ke balik pakaiannya. Ketika tangannya ditarik keluar dan disentakkan, kantong putih melayang tercampak di atas tanah!
“Kantong itu adalah titipan nyawa kalian! Kelak aku akan mengambilnya lagi beserta nyawa kalian!” seru Hantu Pesolek. Sekali membuat gerakan sosoknya berkelebat menuruni Bukit Toyongga.
“Jangan mimpi kau bisa lari!” Tiba-tiba Dewi Bunga Asmara membentak garang. Namun sebelum sosoknya sempat berkelebat mengejar Hantu Pesolek, Dewa Cadas Pangeran telah berkata.
“Gadis cantik…. Sakit hati memang belum tuntas. Tapi kau harus sadar. Lagi pula kelak mungkin kau masih bisa berjumpa dengannya lagi. Kau tak usah mencarinya, karena dia akan datang mencariku. Kau cukup bersamaku kalau ingin bertemu dengannya lagi….”
Walau kemarahannya masih membuncah akibat kematian gurunya di tangan Hantu Pesolek, namun ucapan Dewa Cadas Pangeran masih membuat Dewi Bunga Asmara berpikir. Hingga dia batalkan niat untuk mengejar Hantu Pesolek. Sebaliknya segera melangkah ke arah sosok mayat Ratu Selendang Asmara.
Di lain pihak, begitu Hantu Pesolek berlalu, murid Pendeta Sinting segera melompat mengambil kantong putih yang tercampak di tanah.
Namun baru saja tangan kanan Pendekar 131 menjulur ke bawah, satu deruan dahsyat menghampar. Gelombang pukulan menggebrak diiringi semburatnya asap hitam.
Murid Pendeta Sinting sempat berseru kaget. Dia urungkan niat untuk mengambil kantong di tanah. Selain karena tiba-tiba pemandangan menjadi hitam pekat, dia harus cepat menghadang pukulan yang datang.
Joko cepat putar tubuh. Bersamaan itu kedua tangannya bergerak menyentak.
Wuutt! Wuuuutt!
Sinar kuning berkiblat disertai suara gemuruh luar biasa dan hawa panas menyengat. Inilah tanda kalau Joko lepaskan pukulan ‘Lembur Kuning’. Kali ini Joko memang tidak segan-segan lepaskan pukulan andalan, karena dia maklum bukan saja nyawanya yang harus diselamatkan, namun kantong di atas tanah juga tidak boleh lepas ke tangan orang lain.
Untuk kesekian kalinya puncak bukit dibuncah ledakan keras. Asap hitam langsung semburat berantakan. Saat bersamaan satu sosok hitam terpental mencelat lalu terjengkang di atas tanah.
Joko sendiri tampak terhuyung-huyung sebelum akhirnya jatuh terduduk. Ketika dia luruskan kepalanya ke depan, di seberang sana sosok hitam yang telah terjengkang bergerak bangkit. Ternyata orang ini adalah Bayangan Tanpa Wajah.
Bayangan Tanpa Wajah sendiri langsung kerahkan telaga dalamnya. Seolah tidak mau memberi kesempatan, dia sudah berkelebat ke depan sebelum Pendekar 131 bergerak bangkit.
Mungkin menduga lawan telah terluka cukup parah setelah bentrok dengan Hantu Bulan Emas dan Hantu Pesolek, Bayangan Tanpa Wajah terus melesat ke depan. Dan tahu-tahu kaki kanannya sudah lepas tendangan ke arah kepala Joko sementara tangan kiri kanannya lepaskan hantaman ke arah perut.
Joko sentakkan tubuhnya ke belakang. Kakinya diangkat tinggi-tinggi seolah membuat gerakan bersalto.
Bukkkk! Buukk!
Bayangan Tanpa Wajah perdengarkan seruan tegang tertahan. Sosoknya terbanting ke samping dan jatuh menghantam tanah. Di lain pihak, kedua kaki Joko yang terangkat ke atas langsung mental ke bawah dan menggebrak tanah hingga perdengarkan debuman keras dan membuat lobang menganga!
Terhuyung-huyung Bayangan Tanpa Wajah beranjak bangkit. Saat lain laki-laki berkulit hitam legam ini takupkan kedua tangannya sejajar dada. Kejap itu juga terlihat bayangan hitam seolah-olah keluar dari sosok tubuh Bayangan Tanpa Wajah. Hingga yang terlihat sekarang adalah dua sosok tubuh.
Karena sudah pernah bentrok dengan Bayangan Tanpa Wajah, Joko tahu persis apa yang hendak dilakukan Bayangan Tanpa Wajah. Hingga begitu dari sosok tubuh Bayangan Tanpa Wajah akan keluar lagi satu bayangan hitam, murid Pendeta Sinting segera lepaskan pukulan ‘Lembur Kuning’ ke arah sosok Bayangan Tanpa Wajah.
Bayangan Tanpa Wajah terlengak. Terlambat baginya membuat gerakan menghadang atau menghindar. Hingga tanpa ampun lagi sosok Bayangan Tanpa Wajah tersapu mental hingga beberapa tombak sebelum akhirnya terkapar di atas tanah dengan pakaian terbakar dan mulut muntahkan darah. Laki-laki ini sempat mengejang beberapa saat sebelum akhirnya diam tak bergerak-gerak lagi.