keniscayaan, baik dalam level keluarga, kelompok, masyarakat,
bangsa, maupun internasional. Bahkan dalam level diri sendiri pun
pasti pernah mengalami konflik. Misalnya konflik pemikiran, dan/atau
konflik perasaan atau bathin. Diantara contoh konflik sosial misalnya
adalah perselisihan keluarga, pemberontakan atau perlawanan
petani, protes pendukung calon presiden yang kalah, gerakan buruh,
pemberontakan, kudeta militer, perang nasional, perang antar negara,
dan lain-lain. Atas fenomena konflik sosial yang pasti terjadi dalam
praktek kehidupan, maka muncul berbagai model resolus, dan/atau
manajemen konflik untuk menyelesaikannya, sehingga terwujud
tatanan sosial yang penuh kasih sayang, harmoni, dan damai. Namun
demikian, konflik senantiasa hadir di sepanjang kehidupan manusia
di dunia ini. Sepanjang masih ada kehidupan dunia, maka sepanjang
itu pula akan muncul aneka ragam konflik sosial. Konflik memiliki
dua wajah. Satu sisi merusak (destruktif), tetapi satu sisi membangun
(konstruktif). Satu wajah memecah belah, wajah yang lain menyatukan.
Fakta empirik ini menegaskan, bahwa konflik memiliki fungsi positif, sekaligus juga negatif yang senantiasa berdialektika dengan sukses
tidaknya konsensus yang dibuat.