Namun, nyatanya semua adalah kebohongan yang membuat Dinda bermasalah dengan para awak media. Hingga ia harus bersembunyi di balik wajah jelek yang sama sekali tidak menarik. Bukan itu saja, ia kini harus berpura-pura menjadi istri yang penurut.
"Cuci ini!" Leon melempar jas pada wajah Dinda. Pria bermata elang itu langsung masuk ke kamar tanpa memedulikan Dinda yang kesusahan membawa tas, sepatu dan jasnya.
"Leon, bisa enggak kamu memperlakukan aku seperti seorang istri? Kamu enggak punya hati sekali!" Dinda mencoba untuk berbicara pada Leon.
Akan tetapi, pria dingin itu tetap saja tidak peduli dengan apa yang dikatakan Dinda. Ia terus melangkah masuk ke kamar tanpa beban. Akan tetapi, ia kembali membalikkan badan saat Dinda mengejarnya.
"Dengar, ya. Kamu memang istriku, tapi jika di depan semua orang. Kamu pikir, dengan penampilan jelek kamu ini, bisa bikin aku suka sama kamu? Satu lagi, kalau bukan karena wasiat kakek, aku enggak sudi menikah dengan wanita cupu kaya kamu!" Telunjuk Leon menunjuk wajah pias Dinda.
Dinda mengerucutkan bibir. Ia begitu kesal, yang ia terima setiap hari hanya makian Leon yang keluar dari bibirnya. Dinda menuju dapur dan menaruh baju kotor di keranjang. Masih dengan emosi, ia duduk sambil memainkan ponselnya. Ia terus menelisik halaman sosial media yang masih penuh berita tentangnya.
Sudah sebulan lamanya mereka menikah. Karena wasiat sang kakek, Dinda pun terjebak oleh pernikahan paksa dengan Leon, pria dingin bermata elang. Wajah rupawan tak membuat sifat pria itu menjadi baik. Malah sebaliknya, begitu dingin dan menyebalkan.
Leon begitu sadis dalam berbicara, sampai Dinda sudah terbiasa dengan setiap kata cercaan yang selalu keluar dari mulut pedas Leon.
"Mau ke mana lagi, kamu? “Dinda bangkit dan menghampiri Leon yang sudah rapi dan wangi.
Pria itu menggunakan jaket hitam dengan wangi yang menyeruak. Wajah tampannya hampir membuat Dinda terpesona jika tidak mengingat setiap kata cercaan yang ke luar dari mulutnya.
"Aku tanya kamu mau ke mana?" Dinda emosi, ia kembali bertanya pada Leon.
"Urusanmu apa? Sebelum menikahiku sudah katakan jangan mengganggu urusanku. Urus saja wajah jelekmu!" Leon tertawa sinis, ia sebal karena setiap hari harus melihat wajah jelek Dinda.
Leon gegas melangkah meninggalkan Dinda. Ia hendak mengambil kunci, tetapi Dinda lebih dahulu mengambilnya.
"Pakai saja angkot. Kakek bilang kamu—“
"Enggak usah banyak mengatur. Tugas kamu hanya membersihkan rumah, alias pembantu!" Lagi, kalimat sakti membuat Dinda semakin kesal.
Dering ponsel Leon membuat pria itu berhenti bicara dan mengangkatnya. Sengaja ia perdengarkan kepada Dinda. Ia ingin Dinda sadar jika dirinya memiliki teman wanita yang lebih baik dari dia.
"Sayang, kamu di mana? Aku sudah siap." Suara wanita manja dari seberang telepon membuat Dinda semakin kesal.
"Tunggu, ya. Ada masalah, pembantu rumah menghilangkan kunci mobilku. Tunggu, ya Sayang." Suara Leon tak kalah lembut saat berbicara dengan wanita dari seberang telepon itu.
"Oke." Wanita itu pasrah menunggu kedatangan Leon.
Setelah menutup telepon, Leon menyunggingkan bibirnya, ia puas membuat wajah jelek Dinda semakin jelek. Pria itu gegas menghilang dari pandangan Dinda. Ia tidak mau berlama-lama di dekat istri jeleknya.
"Leon!" Dinda berteriak sembari mengejar Leon yang sudah sampai di halaman rumah.
Leon tak menggubris teriakan Dinda. Dari dalam mobil, Leon tertawa melihat Dinda berlari mengejar mobilnya.
“Dia pikir siapa bisa mengatur hidupku? Urus saja wajah jelekmu. Terlalu percaya diri sekali mau menikah dengan pangeran sepertiku.”
***
"Kesel! Kalau saja bukan karena skandal menyebalkan itu, enggak mungkin aku ada di sini, dengan dandanan culun dan terjebak dengan pernikahan aneh." Dinda mengoceh sendiri sambil membuka kaca mata dan karet yang mengikat rambutnya seperti kuda.
Dinda menatap cermin, kini terlihat wajah cantiknya di cermin. Hanya saja masih terlihat kusam karena Dinda ingin terlihat natural jelek agar tidak ada yang mengenalinya. Sudah lama ia tak menggunakan cream wajah sampai membuat kulitnya kering.
Kini Dinda berselancar di media sosial. Berita skandal dirinya masih saja menyeruak. Tentang Aldo, pria yang ia pacari dan ternyata memiliki istri dan anak.
"Sumpah, bisa gila kalau aku terus berlama-lama seperti ini. Setiap hari mencuci, setrika juga masak. Membereskan rumah.” Dinda mengacak-acak rambutnya hingga berantakan.
Beberapa pesan masuk ke ponselnya dan hanya ia baca tak berniat membalasnya.
[Din, lu di mana?]
[Oi, klarifikasi]
[Kalau enggak salah, buat apa malu]
[Dinda, jangan buat gua marah, mengklarifikasi. Duh, kalau begitu gua bisa bangkrut ganti rugi.] Pesan terakhir dari Heri—manajernya membuat ia semakin pusing.
***
Malam menjelang, Leon belum juga pulang. Sejak tadi ia pun mencoba menghubunginya, tetapi Leon sama sekali tidak menjawabnya.
Dinda kembali melihat sebuah live IG dari salah satu teman artisnya. Ia terkesiap saat melihat sosok pria yang sedang asyik makan malam bersama Hera, salah satu artis ibu kota itu.
"Itu, kan Leon."
Pantas saja sejak tadi Leon tak menjawab pesannya. Ternyata ia sedang asyik di kelab malam bersama wanita lain. Ia kesal sampai merebahkan tubuh di sofa hingga tertidur pulas.
Dinda terbangun dan sengaja menunggu pria itu pulang. Ia menatap jam dinding, pukul 02.00 mobil Leon baru saja masuk ke halaman rumah.
Gegas Dinda menyongsong sang suami dengan wajah masam. Ia begitu emosi melihat Leon di live IG Hera. Tidak Seharusnya pria beristri berada di kelab malam bersama wanita lain.
Leon terkesiap melihat Dinda yang berada di ruang tamu. Ia tidak berpikir jika wanita itu menunggunya pulang.
"Enggak usah sok baik menungguku pulang." Sambil melewati Dinda, Leon terus saja mengoceh.
"Harusnya kamu sadar, enggak benar jika pria sudah beristri malah kelayapan bersama wanita lain. Di kelap malam pula, kalau di balik, apa kamu mau aku pergi bersama pria lain?"
"Jangan sok tahu. Lagi, kalau kamu mau pergi, pergi saja silakan. Buat apa memikirkan perempuan jelek kayak kamu. Malah bagus, kan, kalau kamu yang pergi lebih dahulu?"
Hati Dinda merasa kesal, bagaimana bisa ada pria menolaknya? Sementara, sejak dahulu ia selalu menolak pria. Ia memalingkan wajah ke jendela. Terlihat pantulan wajah buruk rupanya di sana. Ia lupa, jika sedang berpura-pura jelek.
"Bagus, kalau masih ada yang suka sama perempuan jelek dan lusuh kaya kamu."
Leon melangkah tanpa dosa masuk ke kamarnya. Dinda masih berdiri menahan amarah.
"Awas saja kamu, Leon. Akan kubuat kamu takut kehilangan aku," ucap Dinda pelan.
***