Terdapat beberapa perbedaan pandangan memang. Bahwa Ahmadiyah menyebutkan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad, Mirza Ghulam Ahmad, yang diklaim sebagai Mahdi dan ’Isa al-Mau’ud. Tentu pandangannya itu didasarkan pada keyakinan umum umat Islam tentang akan turunnya Nabi Isa di akhir zaman. Bedanya, jika kelompok Islam lain sampai hari ini masih menunggu datangnya Nabi Isa menjelang hari Kiamat, yang akan menghancurkan kaum Nasrani dan Yahudi, sementara kelompok Ahmadiyah meyakini bahwa Nabi Isa sudah turun dalam bentuk fisik Mirza Ghulam Ahmad. Inilah pangkal penghakiman bahwa Ahmadiyah merupakan faham yang sesat pada segi terakhir ini.
Buku ini, digali dari sarangnya langsung. Penulis yang adalah seorang nadhliyin (sama sekali bukan penganut Ahmadi), pernah diundang untuk melakukan studi penelitian di Kampus JAI di Bogor pada tahun 1994. Tentu banyak hal baru yang akan dapat diperoleh pembaca dari buku ini, tentang praktek keagamaan (fiqh), dan berbagai dimensi keagamaan, yang memang sangat berbeda dengan berbagai aliran dan organisasi besar Islam di Indonesia. Justru informasi yang digali dari kalangan Ahmadiyah sendiri ini akan menjadi berharga sebagai informasi mengenai seluk-beluk gerakan Ahmadiyah. Sehingga penilaian yang dilakukan terhadap Jemaat Ahmadiyah, bukanlah penilaian yang “tanpa pengetahuan”. Karena Islam merupakan “rumah besar” bagi berbagai penghuninya, yang tentu saja–terlepas dari salah dan benarnya sebagian sisi ajarannya menurut fihak lain–Gerakan Ahmadiyah termasuk sebagai penghuni rumah besar Islam tersebut. Tentu hasil akhir penilaian apakah Ahmadiyah sesat atau tidak, tergantung dan terserah kepada para pembaca, karena kewajiban penulis adalah menghadirkan fakta apa adanya.
Penerbit Garudhawaca
Muhammad Sholikhin, seorang ulama dan peneliti. Ia aktif menggeluti masalah-masalah tarekat dan aliran Islam di Indonesia. Ia mendalami berbagai fenomena sufisme Islam-Jawa. Sholikhin juga mengelola pesantren dan majelis Al Hikmah di Boyolali, Indonesia.