Demak tak hanya dikenal sebagai tanah berdirinya Masjid Agung dan lahirnya Kesultanan Islam pertama di Jawa. Ia adalah titik awal yang terus berdenyut, menyimpan jejak-jejak sejarah, menjadi jantung spiritual dan sosial masyarakat, sekaligus jendela terbuka yang menghadap masa depan.
Seri buku ini menghadirkan kumpulan esai reflektif dan analitis yang menggali Demak dari berbagai sisi: arsitektur dan simbolisme, seni dan kerajinan, ruang perempuan dan tradisi, lanskap pesisir dan ekologi, hingga persoalan sosial kontemporer. Disajikan dengan pendekatan hybrid paradox, Dian Nafi membaca ulang Demak bukan sebagai nostalgia masa lalu, tetapi sebagai laboratorium hidup untuk kebudayaan, keberlanjutan, dan keadilan sosial.
Apa yang Dibahas dalam Seri Ini?
📌 Masjid Agung dan Spiritualitas Walisongo
Memahami simbol, struktur, dan nilai-nilai spiritual Masjid Agung Demak sebagai warisan peradaban Islam Nusantara yang masih relevan untuk zaman kini.
📌 Demak Pesisir: Ekologi, Nelayan, dan Ketahanan Hidup
Melihat Demak sebagai kawasan delta dan pesisir, dengan kompleksitas abrasi, krisis air, kampung hilang, dan perjuangan masyarakat lokal menjaga keseimbangan ekologis.
📌 Perempuan Demak: Sunyi yang Mengakar, Suara yang Menembus
Menelusuri posisi perempuan dalam budaya lokal—dalam pawestren, dapur, ladang, hingga panggung-panggung literasi dan perjuangan hak.
📌 Kesenian dan Kearifan Lokal
Membaca ulang seni tradisi seperti rebana, hadrah, barzanji, ukiran kayu, kerajinan gerabah dan batik pesisir sebagai jejak kekayaan budaya sekaligus strategi bertahan hidup.
📌 Pasar, Tradisi, dan Ruang Sosial
Pasar sebagai nadi ekonomi rakyat dan ruang negosiasi identitas: dari pasar pagi yang riuh hingga tradisi apitan, sedekah bumi, dan haul para wali.
📌 Demak Kini: Antara Modernitas dan Keberlanjutan
Mengulas tantangan Demak kontemporer: urbanisasi, ketimpangan wilayah, banjir rob, tekanan ekonomi, pendidikan, serta upaya komunitas muda menjaga warisan leluhur.
Tujuan Seri Buku Ini
Mengarsipkan kekayaan budaya dan spiritualitas Demak secara utuh dan kontekstual.
Menawarkan narasi yang jujur dan reflektif tentang dilema modernitas di tengah akar tradisi.
Menggugah generasi muda, pemangku kebijakan, dan komunitas lokal untuk melihat Demak sebagai ruang hidup yang terus bertumbuh.
Menghidupkan kembali percakapan lintas-disiplin tentang identitas, keadilan, dan keberlanjutan.
Ciri Khas Seri Ini
Ditulis dalam gaya esai panjang yang puitis, reflektif, dan berbasis riset lapangan.
Menggabungkan sudut pandang arsitektur, budaya, sosiologi, lingkungan, dan spiritualitas.
Kaya akan simbol, narasi lokal, kisah komunitas, dan pembacaan kritis terhadap dinamika daerah.
“Demak bukan hanya tempat lahir kerajaan, tapi juga tempat lahir harapan. Ia menyimpan warisan besar, tapi juga persoalan besar. Maka menulis tentang Demak bukan hanya mengenang, tapi juga merawat, mengkritisi, dan menyalakan kembali cahaya dari jantung Nusantara.”
— Dian Nafi