Tak ada air mata yang menetes bukan berarti pria itu tegar dan ikhlas melepas kepergian sang pujaan hati. Namun, Narendra hanya ingin menyimpan kesedihannya sendiri. Mencoba kuat dan bertahan, tetapi pada akhirnya luapan emosinya tak terbendung hingga cermin di atas wastafel kamar mandi menjadi pelampiasan.
Tetesan darah yang mengalir dari buku-buku jari sama sekali tak dihiraukannya. Perlahan sesak di dada datang menghampiri dan membuatnya menyerah pada kesedihan. Narendra mulai terguguk menahan kesakitannya sendiri. Dia menangis meluapkan semua amarah atas kehilangan yang dialami.
“Ren, buka!” teriak seseorang dari luar kamar mandi. Suaranya terdengar sangat khawatir karena ketukan pintunya tak mendapat respon.
“Buka, Ren! Atau papa dobrak pintunya!” teriak papa Narendra sambil menggedor pintu.
“Udah, Pa. Dobrak aja! Mama takut dia kenapa-napa.”
Terdengar pintu terbuka dengan paksa, tampak di hadapan kedua orang separuh baya tersebut sebuah pemandangan yang memilukan hati. Seorang pria tengah duduk dengan memeluk lututnya menangis pilu di bawah wastafel. Mama Narendra segera memeluk putranya dan menangis bersama, sedangkan papa Narendra hanya bisa mengusap wajahnya pelan dan pergi meninggalkan pasangan ibu dan anak tesebut.