Jendela Mata Hati adalah kisah yang bermetamorfosis dari sosok Albert yang kian dewasa dengan tantangan yang melibatkan banyak orang hingga mengancam nyawanya. Mau tidak mau, cepat atau lambat, ia akan bersinggungan dengan kekuatan besar. Di persimpangan jalan itulah Albert akan menentukan sikapnya.
Alfred Boediman
Alfred dikenal dengan reputasinya
sebagai eksekutif profesional
IT di beberapa perusahaan dunia.
Saat ini Alfred menjabat sebagai
Direktur di Kejora Capital, dan pernah
bekerja sebagai Eksekutif Senior dari
Samsung Research Indonesia yang
memiliki reputasi panjang dalam menerapkan perubahan
bisnis dan teknologi di beberapa area, seperti di sektor
riset piranti lunak dan telekomunikasi. Alfred juga seorang
Adjunct Professor di University of Chicago, Graduate
School of Business Asia Campus, memperoleh gelar dari
Universitas Indonesia, Vrije Universiteit Brussel, Rochester
Institute of Technology dan University of Chicago. Riset
pasca-doktoralnya berfokus pada pengujian pendekatan
neuro-statistik dalam bursa keuangan derivatif dengan
kombinasi sentimen pasar berlapis-lapis. Minat dan riset
Alfred dalam penelitian teknologi untuk bidang perilaku
sosial kognitif, kecerdasan data, dan pembelajaran
mesin masih berlanjut hingga saat ini. Dia juga seorang
penasihat untuk Polsky Center for Entrepreneurship di
University of Chicago (Asia Campus); sambil menikmati
kegiatan organisasi seperti naik Vespa, koleksi lukisan,
panahan, dan memasak di waktu luangnya. Beberapa buku
karyanya yang telah diterbitkan adalah Idiot Engineering
(2020), Code not Over! (2018), Inno-Fiction (2017), Beyond
Me: Unleashing Technopreneurship Potential (2016),
Competition without Fungibility: Evidence from Alternative
Market Structures for Derivatives (2007), Risk Management
Effects of Multifactoriality on Technology Business in
Southeast Asia (2005). Selain itu, Tangga Patah Hati (2020)
dan Jendela Mata Hati (2021) adalah dua karya fiksinya
yang ditulis bersama Yugha Erlangga.
Yugha Erlangga
Lahir di Jakarta pada 7 Mei
1984. Ia menyelesaikan studi sarjana
di jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP
Universitas Padjadjaran pada 2007.
Awal kariernya dimulai sebagai
jurnalis di Tempo pada 2008. Pada
2010, Yugha bekerja sebagai editor
di Penerbit Erlangga. Pada 2013, Yugha bekerja sebagai
manager program untuk lembaga nirlaba IMZ, jejaring
Dompet Dhuafa untuk bidang riset, penerbitan, dan
pelatihan. Sempat bekerja sebagai calon birokrat di
Badan Pengawas Pemilihan Umum pada 2015, Yugha
memutuskan untuk kembali bekerja sebagai konsultan
media dan penulis lepas buku referensi pendidikan
hingga sekarang.
Yugha pernah mendapat fellowship Investigasi
Bersama Tempo pada 2016 untuk mendalami jurnalisme
investigasi bersama sejumlah jurnalis dari berbagi
daerah. Buku Panduan Pendidikan Antikorupsi
untuk Siswa yang ditulisnya dan diterbitkan Esensi
(Imprint Penerbit Erlangga) mendapat apresiasi dari
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penulis
buku terbaik non-fiksi segmen remaja pada 2016 lalu.
Eseinya berjudul Adonara, Kaimana, dan Wajah Teduh
Indonesia mendapat apresiasi sebagai artikel kebangsaan
terbaik oleh organisasi pers PWI (Persatuan Wartawan
Indonesia) pada 2019. Buku yang sudah ditulis antara
lain Sebuah Inspirasi, Sebuah Apresiasi: Program Zakat
Terbaik (2012), Panduan Pendidikan Antikorupsi untuk
Siswa (2013), Petarung Politik (2014), Profil Partai Politik
Peserta Pemilu (2014), dan Sepasang Sayap Menuju
Surga: Biografi Astrie Ivo (2015), Ayo Merawat Indonesia:
Panduan Nilai-nilai Toleransi dan Keberagaman untuk
Siswa (2017), Diari Chikita Fawzi: Kisah Inspiratif
Muslimah Muda di Dunia Kreatif (2017), Seri Belajar
Pancasila (2018), dan Apa dan Siapa Bawaslu RI: Di Balik
Layar Penegak Demokrasi Indonesia (2018).