“kenikmatan pertamaku. Sebuah kenikmatan paling murni yang lahir dari penderitaan paling dalam.” (Bab 8: Robohnya Benteng Pertahanan)
“Rasa sakit bisa ditahan, tapi secercah kenikmatan yang tak diundang ini terasa seperti racun yang meresap langsung ke jiwaku.” (Bab 10: Rutinitas di Sangkar Emas) “Tolong, Ayah,” bisikku ke bantal, suaraku bergetar bukan karena takut, tapi karena nafsu yang tak tertahankan. “Masukkan ke aku Ayah... Asih sudah tidak tahan lagi.” (Bab 11: Pagi yang Berbeda)
***
Di sebuah kontrakan pengap yang beraroma kemiskinan, sebuah transaksi mengerikan ditandatangani dengan air mata seorang ayah yang putus asa. Asih, seorang gadis di ambang kedewasaan, menjadi mata uangnya. Ia dijual bukan ke rumah bordil, melainkan ke sebuah sangkar emas di kawasan paling mewah di kota, untuk menjadi “putri angkat” seorang pria kaya raya bernama Richard. Sebuah awal baru yang dijanjikan, sebuah kehidupan yang jauh dari tumis tauge dan dinding triplek. Namun, Asih tidak menyadari bahwa harga untuk kemewahan itu harus ia bayar dengan setiap jengkal tubuhnya.
Sejak langkah pertamanya di lantai marmer yang dingin, Asih tahu ia bukan lagi manusia, melainkan sebuah properti. Di bawah tatapan “ayah” barunya yang hangat namun lapar, setiap gerakannya diawasi, setiap helai napasnya diukur. Richard adalah seorang kolektor barang-barang indah, dan Asih adalah akuisisi terbarunya yang paling berharga. Di istana yang sunyi itu, pelajaran pertamanya dimulai bukan dengan buku, melainkan dengan perintah untuk berlutut dan membuka mulut. Perlawanan adalah sia-sia. Setiap “tidak” yang ia bisikkan hanya membuat cengkeraman sang predator semakin erat. Malam demi malam, di atas ranjang sutra yang ternoda oleh darah keperawanannya, ia dipaksa untuk mempelajari kurikulum yang paling gelap. Pelajaran tentang bagaimana tubuhnya bisa memberikan kenikmatan, bahkan saat jiwanya menjerit ngeri. Ia belajar bahwa di antara rasa sakit dan penghinaan, ada sebuah titik rahasia di dalam dirinya yang bisa meledak menjadi sensasi yang membingungkan.
Perlahan tapi pasti, racun itu bekerja. Tubuhnya yang muda mulai mengkhianati pikirannya. Rintihan kesakitan perlahan berubah warna menjadi desahan aneh yang tak ia kenali. Kewanitaannya yang dulu rapat karena takut, kini belajar untuk basah karena antisipasi. Batas antara monster dan penyelamat, antara pemerkosa dan guru, mulai kabur dalam kabut nafsu yang diciptakan pria itu. Ia mulai membenci dirinya sendiri karena mendapati tubuhnya merindukan hukuman yang diberikan sang ayah. Hingga suatu fajar, ia terbangun bukan karena mimpi buruk, melainkan karena denyutan lapar di antara kedua pahanya. Sebuah kebutuhan yang begitu mendesak, yang hanya bisa dipuaskan oleh satu hal: senjata besar milik pria yang telah menghancurkannya. Saat itulah ia sadar, perlawanannya telah berakhir. Di dalam sangkar emasnya, di bawah kendali penuh tuannya, Asih akhirnya mengakui kebenaran yang paling mengerikan... ia telah terpikat.
Contents:
Tauge Tiga Ikat—1
Dijual Ayah Kandung—13
Sangkar Emas di Pantai Indah—25
Topeng Sang Predator—39
Sentuhan Pertama—49
Harga Sebuah Penyesalan—65
Indoktrinasi Kenikmatan—75
Robohnya Benteng Pertahanan—91
Milik Sang Tuan—107
Rutinitas di Sangkar Emas—119
Pagi yang Berbeda—131
Putri Ayah Selamanya—143