“Tatapan itu... tatapan lapar seekor predator yang baru saja menemukan mangsa empuk di sarangnya. Dan saat itu, aku tahu, tawa riang di rumah ini sedang berada di bawah ancaman.” (Bab 2, Tawa yang Terancam)
“Ini bukan permintaan tolong, ini adalah sebuah perintah yang dibungkus dengan ancaman. Dan di lorong yang gelap dan sepi itu, aku sadar aku tidak punya pilihan lain selain menuruti keinginan monster di hadapanku.” (Bab 3, Bisikan di Lorong Gelap)
“Tapi hasrat adalah makhluk liar yang tuli. Ia tidak peduli pada logika, ia hanya peduli pada pemuasan. Dan saat ini, yang ia inginkan adalah Nadia.” (Bab 4, Aroma Milik Orang Lain)
“Jantungku berhenti berdetak selama sepersekian detik sebelum akhirnya berpacu seperti genderang perang. Di ambang pintu kamarku yang sedikit terbuka, sebuah siluet yang sangat kukenal berdiri membeku. Vidi.” (Bab 5, Bayangan di Ambang Pintu)
“Malam itu, di sofa ruang tamu keluarga kami, di bawah atap yang sama dengan ibu kami yang tertidur lelap, aku kehilangan segalanya. Keperawananku direnggut oleh abangku sendiri.” (Bab 6, Dosa Pertama di Ruang Tamu)
“Aku adalah aktris terbaik di dunia pagi ini, memainkan peran sebagai ‘Nadia yang ceria’, sementara di dalam diriku, seorang gadis lain sedang menangis tanpa suara, tenggelam dalam lautan dosa.” (Bab 7, Pagi Penuh Dusta)
“Keheningan ini berbeda. Bukan keheningan yang damai, melainkan keheningan yang mencekam, yang terasa begitu padat seolah memiliki bobot. Ini adalah keheningan sebelum badai.” (Bab 8, Rumah yang Tiba-tiba Sunyi)
“Ia akan menghancurkan pertahanan adiknya bukan dengan kekuatan, tapi dengan kenikmatan. Ia akan membuat Nadia menginginkannya, sama seperti ia menginginkan Nadia.” (Bab 9, Hasrat yang Tak Terbendung)
“Kata ‘terpaksa’ sudah mati. Yang tersisa hanyalah kenyataan yang mengerikan ini: aku adalah miliknya, seutuhnya. Dan bagian paling menakutkan dari semua ini adalah, aku tidak yakin jika aku masih ingin diselamatkan.” (Bab 10, Milikmu Seutuhnya)
“Ini bukan lagi keterpaksaan. Ini adalah pilihanku. Dan saat aku merasakan denyut kehidupannya di telapak tanganku, aku tahu... permainan kami baru saja dimulai.” (Bab 11, Sentuhan Rahasia di Bawah Meja)
***
Bagi Nadia, abangnya, Vidi, adalah monster yang tidur di kamar sebelah. Monster dengan napas yang memburu dan tatapan mata yang terlalu liar setiap kali memandangnya. Ia mencoba mengabaikannya, menepisnya sebagai rengekan adik yang kesal. Namun, ketika teman-temannya datang untuk menginap, monster itu terbangun. Di tengah tawa riang dan obrolan gadis remaja, sebuah hasrat purba mulai merayap di sudut-sudut rumah mereka, mengubah udara menjadi pekat dengan ancaman yang tak terucapkan.
Di balik pintu yang tertutup dan di lorong yang remang-remang, kata “tolong” berubah makna menjadi sebuah perintah. Nadia dipaksa menjadi penjinak bagi libido abangnya yang tak terkendali. Dengan dalih melindunginya dari rasa malu, Vidi menarik Nadia ke dalam dunianya yang gelap, menuntut adiknya untuk menenangkan badai yang bergejolak di dalam dirinya. Setiap sentuhan adalah pelanggaran, setiap bisikan adalah racun yang meresap perlahan.
Malam itu, di bawah atap yang sama dengan orang tua mereka yang terlelap, garis batas antara saudara kandung terhapus selamanya. Dinding pertahanan Nadia runtuh, dihancurkan oleh ketakutan dan sensasi asing yang membakar tubuhnya. Dosa pertama telah ditorehkan dalam keheningan, sebuah rahasia kelam yang kini mengikat mereka berdua lebih erat daripada ikatan darah mana pun. Sakit dan hina bercampur menjadi satu dengan kenikmatan terlarang yang menakutkan.
Namun, apa yang dimulai sebagai sebuah keterpaksaan perlahan mulai berubah bentuk. Di saat mereka hanya berdua, tanpa ada lagi mata yang mengawasi, paksaan itu memudar menjadi penyerahan diri. Ketakutan berganti menjadi rasa penasaran yang berbahaya. Nadia menemukan ada kekuatan dalam kelemahannya, ada kendali dalam kepasrahannya. Ia belajar memainkan nada-nada hasrat abangnya, menemukan melodi gelapnya sendiri.
Di sebuah rumah di sudut kota Depok, sebuah permainan berbahaya telah dimulai. Di atas meja, mereka adalah kakak dan adik yang saling menyayangi. Tapi di bawahnya, sebuah sentuhan rahasia membuktikan segalanya telah berubah. Ini bukan lagi cerita tentang seorang gadis yang terpaksa; ini adalah kisah tentang bagaimana ia akhirnya memilih untuk memegang kendali atas rantai yang mengikatnya.
Contents:
Monster di Kamar Sebelah—1
Tawa yang Terancam—17
Bisikan di Lorong Gelap—31
Aroma Milik Orang Lain—45
Bayangan di Ambang Pintu—63
Dosa Pertama di Ruang Tamu—77
Pagi Penuh Dusta—97
Rumah yang Tiba-tiba Sunyi—107
Hasrat yang Tak Terbendung—115
Milikmu Seutuhnya—127
Sentuhan Rahasia di Bawah Meja—141