***
Sebuah kisah tentang tubuh, rasa, dan keberanian memilih arah yang tak biasa.
Rani tak pernah menyangka, malam yang seharusnya hanya diisi pesta ulang tahun dengan baju-baju terbuka dan musik keras, justru mengantarkannya ke batas paling rapuh antara penyangkalan dan pengakuan. Ia masuk ke dalam rumah itu dengan keyakinan yang kaku—bahwa dirinya adalah perempuan yang tahu persis apa yang ia mau. Tapi tatapan mata dari seseorang bernama Tari, perlahan mengikis dinding yang selama ini ia bangun sendiri.
Ada banyak bentuk sentuhan. Beberapa lembut dan menenangkan, lainnya liar dan mengaduk-aduk isi kepala. Tapi yang paling memabukkan adalah yang membuatmu kehilangan arah, lalu rela dituntun entah ke mana. Rani merasakannya malam itu, saat ia tak lagi bisa membedakan antara takut dan ingin.
Ini bukan kisah tentang cinta pertama. Bukan juga tentang perubahan yang dramatis. Ini adalah cerita tentang tubuh yang mulai bicara saat mulut masih bungkam. Tentang rasa yang tumbuh di tempat yang tak pernah direncanakan. Tentang bagaimana seorang perempuan menghadapi sisi dirinya yang selama ini ia abaikan.
Dan di ujung semua itu, ketika malam meredam semua kebisingan, Rani hanya bisa berbisik dalam hati—“aku tidak lagi sama, dan aku tidak menyesal.”
Contents:
Undangan Tak Terduga—1
Pesta di Kemang—11
Tatapan yang Membuka Luka Lama—23
Percakapan yang Membakar—33
Di Balik Pintu Tertutup—43
Lidah yang Membuka Tabir—53
Tubuhku, Milikmu Malam Ini—63
Aku Menyerah di Pelukannya—73
Setelah Hujan Turun—81
Jalan Baru Bernama Aku—89
Epilog — Jalan Pulang ke Diriku Sendiri—97