***
“Malam itu, di dalam benteng kecil kami yang terbuat dari cinta dan seprai kusut, kami adalah raja dan ratu dari dunia kami sendiri. Kami tidak tahu, bahwa di seberang lorong, seorang tiran sedang mengamati kerajaan kami, merencanakan invasinya.” (Bab 1, Malam Milik Kita)
“Ia adalah pria, dan pria seharusnya menjadi pelindung, bukan beban. Maka ia tersenyum pada Melani, sebuah senyum palsu yang terasa seperti topeng timah yang berat, menyembunyikan badai yang berkecamuk di belakangnya.” (Bab 2, Awan Gelap di Atas Kepala)
“Ini bukan pelacuran, kataku pada diriku sendiri, mencoba meredam suara hatiku yang menjerit. Ini hanyalah pertunjukan. Sebuah topeng. Aku tidak menjual tubuhku, aku hanya menyewakan bayangannya untuk sementara.” (Bab 3, Pintu Terlarang yang Terbuka)
“Aku merasakan campuran aneh antara rasa malu yang membakar, takut yang melumpuhkan, dan sedikit sensasi terlarang yang menggairahkan. Aku merasa kotor, tapi di saat yang sama, aku merasa... berkuasa.” (Bab 4, Topeng Polos si Gadis Seksi)
“Setiap desahan adalah kebohongan, setiap orgasme adalah akting. Dan setiap rupiah yang masuk ke rekeningku terasa seperti koin perak Yudas, bayaran atas pengkhianatanku pada Rey dan pada diriku sendiri.” (Bab 5, Tarian Telanjang di Layar Kaca)
“Aku bukan lagi manusia. Aku adalah sebuah avatar, sebuah boneka daging yang getarannya dikendalikan oleh orang-orang asing dari balik layar. Mereka membayarku untuk orgasme, dan aku memberikannya, meskipun jiwaku terasa semakin kosong setiap kali tubuhku mencapai puncak.” (Bab 6, Getaran yang Dibayar)
“Kekecewaan di mata Melani malam itu bukan hanya kekecewaan biasa. Itu adalah kekecewaan seorang pecandu yang tidak mendapatkan dosisnya.” (Bab 7, Keanehan Kekasihku)
“Angka itu begitu besar, begitu tidak masuk akal, hingga terasa seperti portal ke dunia lain... Dan untuk membukanya, aku hanya perlu mengorbankan satu hal lagi yang tersisa: rahimku.” (Bab 8, Tantangan Prank Ojol)
“Dinding tipis antara dunia rahasiaku sebagai ‘Melly’ dan kehidupanku sebagai Melani telah runtuh. Monster yang selama ini hanya kutemui lewat layar laptop, ternyata tinggal sepuluh langkah dari pintuku.” (Bab 9, Mata di Seberang Lorong)
“Ia tidak hanya memperkosaku. Ia memperkosa rahasiaku, fantasiku, setiap sudut tergelap dari diriku yang pernah kuungkapkan di depan kamera. Ia tidak hanya mengambil tubuhku, ia mengambil alih duniaku.” (Bab 10, Pembayaran dengan Tubuh)
“Siang hari aku adalah Melani, pacar yang penuh perhatian. Malam hari, atau kapanpun ia mau, aku adalah Melly, boneka seksnya. Aku hidup di dua dunia, dan keduanya adalah neraka.” (Bab 11, Boneka Bernyawa Milik Iblis)
“Mati adalah hadiah terakhir yang akan kuberikan pada Sigit. Ia akan menang... Tidak. Aku tidak akan memberinya kepuasan itu.” (Bab 12, Titik Terendah)
“Aku bukan lagi korban. Aku adalah predator yang sedang menyamar menjadi mangsa.” (Bab 13, Memainkan Peran Pelacur)
“Kau adalah bukti hidup kekuasaanku. Kau adalah mahakaryaku.” (Bab 14, Jerat Balasan)
“Kamu bukan menjijikkan, Melani. Kamu adalah wanita paling berani yang pernah aku kenal. Kamu melakukan semua itu karena cinta. Dan kamu... kamu melawannya sendirian. Kamu adalah seorang pejuang.” (Bab 15, Fajar Setelah Badai)
***
Di balik senyum manisnya, Melani menyimpan cinta yang begitu murni untuk Rey, kekasihnya. Cinta yang membuatnya rela melakukan apapun untuk melihat pria itu bahagia, untuk menghapus setiap kerutan cemas di dahinya. Di dalam kamar kos mereka yang sederhana, cinta mereka adalah sebuah surga kecil yang hangat. Namun, ketika badai finansial mengancam surga itu, Melani menemukan sebuah pintu terlarang. Sebuah pintu yang menjanjikan jalan keluar, namun menuntut jiwanya sebagai bayaran.
Di kesunyian malam, saat Rey terlelap, layar laptop menjadi panggung rahasianya. Di sanalah Melani mati, dan “Melly” lahir. Dengan nama samaran dan topeng keberanian, ia menarikan tarian sensual untuk ribuan pasang mata asing yang lapar. Setiap gift virtual yang masuk adalah nafas buatan bagi hubungannya, namun setiap desahan palsu yang ia keluarkan adalah racun yang perlahan membunuh gadis lugu di dalam dirinya. Ia pikir, ini hanyalah sebuah permainan. Sebuah pertunjukan.
Namun, permainan ini menuntut lebih. Tantangan semakin liar, bayarannya semakin menggiurkan, dan garis antara akting dan kenyataan mulai kabur. Dari sekadar memperlihatkan kulit mulusnya, hingga melakukan hal-hal yang tak terbayangkan di dalam mobil seorang pria asing, Melly menyeret Melani ke dalam jurang kenikmatan dan kehinaan yang paling dalam. Hasrat yang tak terpenuhi dan tumpukan uang membuatnya lupa, hingga ia tak lagi tahu di mana Melani berakhir dan Melly dimulai.
Tapi ia tidak tahu, di antara ribuan penonton anonim itu, ada sepasang mata yang menonton dengan cara berbeda. Mata yang tidak hanya menikmati pertunjukan, tapi merekam setiap detiknya. Mata tetangganya sendiri. Di kamar seberang, sebuah arsip dosa sedang dibangun, mengumpulkan setiap bukti dari kejatuhannya. Baginya, Melly bukanlah fantasi sesaat, melainkan properti yang akan segera ia klaim.
Ketika pintu di seberang lorong itu akhirnya terbuka dan rahasia terbesarnya menatapnya dengan seringai seorang pemenang, permainan pun berakhir. Seberapa mahal harga sebuah dusta yang dibungkus dengan cinta? Dan ketika seorang gadis dipaksa menjadi budak oleh pria yang memegang masa lalunya, akankah ia hancur selamanya, atau justru menemukan kekuatan paling mematikan di dalam reruntuhan jiwanya?
Contents:
Contents:
Malam Milik Kita—1
Awan Gelap di Atas Kepala—19
Pintu Terlarang yang Terbuka—31
Topeng Polos si Gadis Seksi—47
Tarian Telanjang di Layar Kaca—63
Getaran yang Dibayar—79
Keanehan Kekasihku—95
Lovense di Keramaian—109
Tantangan Prank Ojol—125
Mata di Seberang Lorong—143
Pembayaran dengan Tubuh—155
Boneka Bernyawa Milik Iblis—171
Titik Terendah—183
Memainkan Peran Pelacur—195
Jerat Balasan—211
Fajar Setelah Badai—227