***
“Di balik profesionalismeku yang kaku, ada rasa penasaran yang liar. Aku ingin tahu bagaimana rasanya menjadi mereka. Bukan hanya akting, tapi merasakan kebebasan untuk menjadi sensual, menjadi pusat gairah, menjadi objek hasrat sekaligus pengendali utama dari hasrat itu sendiri.” (Bab 1, Mimpi di Balik Papan Klip)
“Setiap tegukan kopi yang kuseduh untuknya terasa seperti persembahan kecil untuk dewa pemarah yang memegang nasibku di tangannya.” (Bab 2, Aroma Kopi dan Tuntutan Gila)
“Ia menatapku bukan seperti seorang kolega, melainkan seperti seorang pemburu yang menemukan mangsa menarik di luar musim berburu.” (Bab 3, Ular di Bawah Lampu Sorot)
“Ia butuh api, dan di seluruh studio ini, hanya ada satu orang yang cukup gila untuk menyalakannya. Astrada kecilnya yang selama ini hanya berdiri patuh di pojok ruangan.” (Bab 4, Mesin yang Mogok)
“Ini bukan lagi sekadar perintah. Ini adalah panggung audisiku. Dan aku tidak akan mengecewakan penonton utamaku.” (Bab 5, Audisi yang Tak Terduga)
“Rasanya seperti dua kutub magnet yang akhirnya menyerah pada daya tarik tak terelakkan, menciptakan ledakan energi di titik pertemuan mereka.” (Bab 6, Hadiah dari Sang Bintang)
“Kepercayaan diri adalah afrodisiak paling ampuh, dan saat ini, aku merasa seperti dewi yang mabuk oleh kekuatannya sendiri.” (Bab 7, Bintang Pengganti Telah Lahir)
“Gadis ini bukan sekadar material mentah. Dia adalah tambang emas yang tersembunyi di balik seragam astrada yang membosankan. Dan aku, adalah satu-satunya orang yang memegang peta dan sekopnya.” (Bab 8, Aksi yang Memukau)
“Permainan ini baru saja dimulai, dan aku harus memainkannya dengan benar.” (Bab 9, Evaluasi di Bawah Lampu Redup)
“Ini bukan seks yang romantis. Ini adalah pertarungan. Sebuah perebutan kekuasaan yang erotis. Ia menghunjamku dengan kekuatan yang brutal... Tapi aku tidak hanya menerima. Aku melawan balik.” (Bab 10, Kontrak di Atas Meja Sutradara)
“Gadis yang menatapku balik bukanlah Mita si astrada yang penurut. Matanya memiliki kilatan yang berbeda—lebih tajam, lebih lapar, dan penuh dengan rahasia.” (Bab 11, Fajar Seorang Bintang Baru)
***
Di balik papan klip dan headset yang selalu melekat, Mita adalah seorang asisten sutradara (astrada) yang sempurna. Cekatan, profesional, dan nyaris tak terlihat di tengah hiruk pikuk lokasi syuting film dewasa Jakarta. Ia adalah bayangan yang memastikan fantasi di depan kamera berjalan mulus. Namun, di balik tatapan matanya yang patuh, sebuah obsesi membara. Ia tidak hanya ingin mengarahkan adegan panas, ia ingin menjadi apinya. Setiap desahan aktris, setiap sentuhan penuh gairah, ia rekam dalam benaknya bukan sebagai pekerjaan, melainkan sebagai sebuah pelajaran.
Dunia ini dikuasai oleh para pria dengan ego yang rapuh. Ada Hendra, sutradara tiran yang melihatnya tak lebih dari sekadar pion yang bisa diperintah. Lalu ada Rian, aktor bintang yang tatapan nakalnya mampu menelanjangi Mita lebih dari sekadar pakaiannya. Mereka pikir mereka memegang kendali, tak menyadari bahwa gadis pendiam di sudut ruangan itu sedang menunggu momen yang tepat untuk membalikkan papan permainan dan menjadikan hasrat mereka sebagai tangga menuju puncak.
Kesempatan itu datang dalam balutan krisis. Ketika seorang aktor muda gagal di depan kamera dan jutaan rupiah terancam hangus, sebuah perintah gila diberikan. Perintah yang seharusnya menghancurkan harga dirinya, justru menjadi panggung audisi yang tak terduga. Di bawah sorotan lampu yang panas, Mita melangkah keluar dari bayang-bayang, siap menunjukkan bakat terpendam yang selama ini ia asah dalam fantasi liarnya.
Transformasi itu begitu mengejutkan. Astrada yang penurut menghilang, digantikan oleh seorang dewi sensual yang memahami setiap lekuk keinginan pria. Satu “penampilan” kecil darinya cukup untuk mengirimkan gelombang kejut ke seluruh studio, mengubah pujian dari seorang aktor menjadi pertemuan rahasia yang panas di ruang ganti, dan mengubah perintah kasar dari sutradaranya menjadi pertarungan gairah yang buas di atas meja kantornya.
Mita sadar, untuk menjadi bintang panas yang ia dambakan, ia tidak bisa hanya bermimpi. Ia harus merayu, mendominasi, dan mengambil apa yang ia inginkan. Sebuah kontrak telah ditandatangani, bukan hanya dengan tinta, tapi juga dengan keringat dan air mani. Obsesinya kini telah menemukan jalan, namun jalan itu menuntutnya untuk memuaskan setiap obsesi pria di sekitarnya. Pertanyaannya bukan lagi apakah ia bisa, melainkan seberapa jauh ia berani melangkah?
Contents:
Mimpi di Balik Papan Klip—1
Percikan di Balik Kamera—15
Ular Di Bawah Lampu Sorot—29
Mesin yang Mogok—43
Audisi yang Tak Terduga—55
Hadiah dari Sang Bintang—73
Bintang Pengganti Telah Lahir—91
Aksi yang Memukau—107
Evaluasi di Bawah Lampu Redup—121
Kontrak di Atas Meja Sutradara—135
Fajar Seorang Bintang Baru—155