“Kak Linda mungkin mendapatkan tubuhnya, tapi aku? Aku akan mengambil jiwanya.” (Bab 2: Di Balik Kacamata dan Tumpukan Buku)
“Jantungku berdebar sedikit lebih kencang. Aku menepis perasaan itu. Mungkin aku hanya salah paham. Mungkin keramahannya memang seperti itu.” (Bab 3: Anggur Murah dan Mata yang Terpejam)
“Dan saat itulah aku tahu. Aku sudah kalah. Umpan itu telah dilemparkan dengan begitu sempurna, dan aku, si ikan bodoh, telah menelannya bulat-bulat.” (Bab 4: Umpan di Depan Mata)
“Ia menatapku, bukan dengan tatapan nafsu, melainkan dengan tatapan seorang pemenang yang sedang menginspeksi piala yang baru saja ia menangkan.” (Bab 5: Bisikan di Samping Tidur Kakakku)
“Aku tidak lagi melawan. Aku hanya menyerah pada arus deras kenikmatan dan dosa yang menyeretku ke dasar lautan.” (Bab 6: Dosa Pertama yang Terasa Manis)
“Kami bertiga sarapan di meja makan kecil itu, dikelilingi oleh kepalsuan yang begitu tebal hingga rasanya aku bisa menyendoknya seperti bubur.” (Bab 7: Pagi yang Penuh Kepalsuan)
“Aku tidak hanya ingin tubuhnya. Aku ingin pikirannya, hatinya, kesetiaannya. Aku ingin menghapus eksistensi Kak Linda dari benaknya, menggantinya dengan diriku seutuhnya.” (Bab 8: Jerat yang Tak Bisa Kulepaskan)
“Bercinta dalam keheningan, hanya beberapa meter dari wanita yang kucintai, rasanya seperti menari dengan iblis di atas seutas tali di atas jurang neraka.” (Bab 9: Tarian Iblis di Ruang Tengah)
“Ini bukan lagi sekadar permainan nafsu. Ini adalah pembersihan. Sebuah kudeta. Dan sebentar lagi, aku akan menyingkirkan sang ratu untuk selamanya.” (Bab 10: Skenario Sebuah Tragedi)
“Sebelum aku sempat mencerna arti dari kata-katanya, suara pintu depan yang dibuka terdengar. Lalu langkah kaki yang mendekat. Langkah kaki yang menuju ke arah kamar ini.” (Bab 11: Jebakan di Atas Ranjang)
“Di tengah kekacauan itu, di balik air mata palsuku, aku merasakan ketenangan yang luar biasa. Aku telah membersihkan papan catur ini.” (Bab 12: Air Mata Sang Aktris Utama)
“Ditelan fitnah. Dibuang oleh cinta. Dan dihancurkan selamanya oleh topeng seorang siswi teladan.” (Bab 13: Ditelan Fitnah, Dibuang oleh Cinta)
***
Bagi Nico, Linda adalah pelabuhan terakhirnya. Di dalam rumah kontrakan sederhana di jantung Jakarta, ia menemukan kehangatan yang selama ini ia cari. Hubungan mereka adalah sebuah melodi yang indah, dan kehadiran Rika, adik Linda yang manis dan kutu buku, seolah menjadi bait pelengkap yang sempurna. Dengan kacamata tebal dan setumpuk buku pelajaran, Rika adalah potret kepolosan, seorang siswi teladan yang hanya peduli pada peringkatnya di sekolah. Nico tak pernah menyangka, di balik senyum malu-malu itu, sepasang mata predator sedang mengamatinya, menunggu saat yang tepat untuk menerkam.
Namun, di setiap surga, selalu ada seekor ular yang bersembunyi. Di balik tatapan polos Rika, ada kilat aneh yang terkadang menyala saat ia mengira tak ada yang melihat. Di balik sentuhan tak sengaja saat meminta bantuan mengerjakan tugas, ada getaran aneh yang menjalar di kulit Nico. Perlahan tapi pasti, topeng itu mulai menunjukkan retakan-retakan kecil. Nico mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya imajinasinya, bahwa tak mungkin ada niat gelap di balik wajah semanis malaikat itu. Tapi ia salah, sangat salah.
Malam itu, saat anggur murah telah membuai Linda ke alam mimpi, sang ular pun keluar dari persembunyiannya. Bukan dengan desisan, tapi dengan bisikan sensual yang dijanjikan di telinga Nico. Umpan dilemparkan dengan begitu lihai; sehelai daster tipis yang tersingkap, sebuah pulpen yang sengaja dijatuhkan. Nico, yang mengira dirinya adalah pria setia, mendapati dirinya terjerat dalam jaring gairah yang ditenun dengan begitu teliti. Ia tahu ini salah, namun tubuhnya menolak untuk lari dari kenikmatan terlarang yang ditawarkan.
Satu malam dosa berubah menjadi candu yang mematikan. Setiap pertemuan rahasia, setiap sentuhan curian saat Linda tak melihat, menjadi dosis yang semakin tinggi. Permainan berbahaya itu dimainkan tepat di bawah atap yang sama, di atas ranjang yang sama, terkadang hanya beberapa meter dari sang kekasih yang tak menaruh curiga. Nico bukan lagi seorang pria yang jatuh dalam godaan; ia adalah boneka dalam sebuah pertunjukan tragedi yang disutradarai dengan sempurna oleh seorang gadis yang seharusnya masih sibuk dengan ujian akhirnya.
Pada akhirnya, setiap topeng pasti akan dilepaskan. Namun, apa yang terjadi ketika topeng itu dilepas bukan untuk mengungkap kebenaran, melainkan untuk melancarkan fitnah paling kejam? Di puncak gairah yang paling membara, sebuah jebakan telah disiapkan. Sebuah jebakan yang akan mengubah cinta menjadi benci, kepercayaan menjadi pengkhianatan, dan menghancurkan segalanya hingga tak bersisa. Karena di balik wajah manis seorang siswi teladan, terkadang bersemayam hati iblis yang paling dingin.
Contents:
Senyum Pertama di Gang Sempit Benhil—1
Di Balik Kacamata dan Tumpukan Buku—15
Anggur Murah dan Mata yang Terpejam—27
Umpan di Depan Mata—41
Bisikan di Samping Tidur Kakakku—55
Dosa Pertama yang Terasa Manis—73
Pagi yang Penuh Kepalsuan—93
Jerat yang Tak Bisa Kulepaskan—109
Tarian Iblis di Ruang Tengah—125
Skenario Sebuah Tragedi—145
Jebakan di Atas Ranjang—161
Air Mata Sang Aktris Utama—177
Ditelan Fitnah, Dibuang oleh Cinta—191