Disusun dengan gaya sastra yang ringan dan penuh nuansa spiritual, serial grafis ini menelusuri jejak-jejak nubuat yang terpendam dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dari doa Nabi Ibrahim di padang tandus Makkah, serangan pasukan bergajah Abrahah, hingga malam kelahiran sang Nabi yang ditunggu para rahib dan langit itu sendiri—setiap bab adalah jendela ke keajaiban sejarah yang terlupakan.
Sebuah karya yang menyentuh hati, menyinari akal, dan menggetarkan ruh. Serial grafis Muhammad Membentang dalam Lintasan Waktu ini terdiri dari 8 serial dari kehidupan Rasulullah.
Judul-judul serialnya, adalah:
1. Maulid: Langit Mengutus Cahaya
2. Yatim: Dipelihara Langit dan Bumi
3. Al Amin: Semesta Mempercayai
4. Rasul: Utusan Penyeru Kebenaran
5. Da'wah: Seruan di Tengah Kebathilan
6. Hijrah: Langkah Membangun Peradaban
7. Jihad: Badai Ujian Pembebasan
8. Rihlah: Cahaya yang tak Pernah Pudar
Isya el Rumi lahir dan besar di Jakarta, di tengah kota yang tak pernah benar-benar tidur, namun selalu menyimpan ruang sunyi bagi yang ingin merenung. Sebelum memilih jalan sebagai ibu rumah tangga dan penulis, Rumi menghabiskan bertahun-tahun dalam dunia angka dan risiko sebagai seorang analis di sebuah perusahaan asuransi. Dunia yang rapi, penuh kalkulasi, dan tak banyak ruang untuk intuisi.
Namun hidup, seperti halnya kisah-kisah besar, seringkali mengambil tikungan yang tak terduga. Setelah menikah dan dikaruniai tiga orang anak, sekarang menetap di Bandung, di kaki gunung yang sejuk dan nyaman. Rumi perlahan meninggalkan dunia profesional dan tenggelam dalam peran baru yang lebih sunyi tapi sarat makna: sebagai istri, ibu, dan penjaga rumah. Di sela-sela hiruk pikuk hari-hari membesarkan anak, justru di sanalah ia menemukan kembali kekuatannya yang lain—menulis.
Isya El Rumi menulis bukan untuk mencari panggung, melainkan untuk menyulam ulang warisan yang mulai memudar dalam ingatan zaman. Serial kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW. yang ia tulis lahir dari kecintaan dan kerinduan akan sosok yang menjadi cahaya bagi umat manusia. Dari kelahiran hingga wafatnya, Rumi berusaha mengenalkan sang Nabi bukan hanya sebagai tokoh sejarah, tapi sebagai sosok yang hidup dalam jiwa manusia—lembut, tegas, dan senantiasa menjadi teladan.