"Sabar, ‘kan baru nunggu lima menit." Jema berusaha menenangkan.
Saat ini, mereka sedang berada di kafe yang berada tepat di samping kantor di mana mereka bekerja. Jema hanya menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan kesabaran sahabatnya itu—bak setipis tisu dibelah lima. Entah sudah berapa kali Eva menghela nafas kasar.
“Bukannya nggak sabar, Ma. Aku cuma kesel aja. Dia itu nggak sekali dua kali bikin aku nunggu kayak gini!”