Mama Nagasari atau KH. Ahmad Bahruddin adalah seorang ulama besar pada zamannya. Beliau merupakan murid kinasih dari KH. Rd. Aon Abdul Majid Mangunreja dan Mama KH. Ahmad Syuja’I Gudang yang menjadi sentrum para ulama di Jawa Barat - Tatar Pasundan. Beliaupun merupakan sosok ulama mastur yang lebih suka mengubur dirinya dalam tanah ketidakterkenalan.
Dalam buku ini, penulis hendak menghimpun sekelumit sejarah singkat seorang tokoh besar dibalik layar tersebut. Objek yang dibahas dalam buku ini konon merupakan sosok úlama yang menjadi gurunya para Kiai, Ajeungan, ustadz, santri hingga masyarakat pada umumnya. Beliau dikenal sebagai representasi ‘ulama yang tabahhur, nyagara, bahr al-ulum. Kiai ahli hikmah yang juga mufassir, faqih pula dikenal dengan kemampuannya bela diri. Namun, keáliman, kesalehan dan sirr-nya justeru jarang terekspose atau bahkan tidak pernah disinggung sedikitpun walau hanya pada Majalah Islam lokal Tasikmalaya yang konon melegenda pada saat itu seperti al-Imtisal dan al-Mawaidz.
Oleh karena itu, buku yang disusun secara naratif ini tak lain sebagai ikhtiar menghimpun serpihan puzzle hikayat Mama Nagasari yang masih berserakan untuk kemudian diketahui dan diteladani bersama. Tegur sapa dan kritik membangun sangat penulis harapkan adanya, mengingat bahwa sejarah adalah bagian dari masa lampau yang disaksikan banyak orang. Maka, kesempurnaan buku biografi ini perlu diupayakan sehingga manfaatnya bisa optimal bagi generasi-generasi muda mendatang.
Pria kelahiran Singaparna, Tasikmalaya, 01 Maret 1994 M. Tumbuh dan berkembang dalam circle pertemanan yang positif di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Nagasari Singaparna Tasikmalaya. Memulai pendidikan formal dari SD Negeri II Cimerah (2006), kemudian melanjutkan pendidikan ke MTs Negeri 1 Sukamanah Tasikmalaya (2009), dan jenjang SLTA di SMK Plus An-Nuur Nagasari Sukarame (2012). Pendidikan tarbiah agamanya didapatkan dari tanah kelahirannya sendiri di bawah naungan PP. Bahrul Ulum Nagasari, ngaji ngalong secara intens kisaran satu tahun di PP. Alawiyah Kondangsari (2013), dan pernah pula bertabaruk mengikuti ngaji kilat di berbagai pesantren, termasuk PP. Al-Mursyidi Bahrul ‘Ulum KH. Busthomi Awipari Kota Tasikmalaya (2014), PP. Riyadlul Alfiyyah wal Hikam Az-Zainiyyah Salabintana Sukabumi (2017), dan beberapa pesantren kecil lainnya. Pria yang pada bulan Maret ini tepat berumur 30 tahun tersebut merupakan suami dari seorang perempuan hebat, Nufus Tsamratil Fuadah, dan ayah dari dua orang anak; Moch. Mughni Labib Pamanahrasa (2020) dan Aghnia Hilyatul Auliya Setiarasa (2024). Ia mendapatkan jodoh dari salah satu bentuk nyata keberkahan Cipasung saat ia sama-sama menyelesaikan studi strata 1-nya di Fakultas Tarbiah dari tahun 2015 dan menikah pada penghujung tahun 2019, tepat satu minggu sebelum perhelatan akbar wisuda sarjana Universitas Islam KH. Ruhiat Cipasung digelar. Karya tulisnya ini Mama Nagasari: Sekelumit Manakib, Kilas Biografi, Silsilah, dan Genealogi merupakan karya bergenre sejarah pertama yang ia tulis secara utuh. Sebelumnya, ia menuliskan buku yang agak berat untuk kelas pemuda seusianya berjudul: Tasawuf dalam Dimensi Zaman (Pustaka Turats, Tasikmalaya, 2023). Kendatipun sebenarnya ada pula beberapa karya tulis lain yang belum rampung, seperti: Oase Ramadhan, serta buku diktat untuk pedoman santri dilingkungannya sendiri seperti: Irsyad al-Baarii sebagai taqrirat penjelasan atas Tijan ad-Darori (Ilmu Tauhid). Rutinitasnya kini adalah membantu, melayani, dan mengajar para santri di Pesantren Bustanul Wildan Tanjungjaya Tasikmalaya. Berkhidmah pula mengajar pendidikan sekolah formal di MTs Bustanul Wildan Tanjungjaya dan SMP Plus An-Nuur Sukarame. Sesekali ia juga aktif berziarah makam para ulama, leluhur, dan karuhun bersama para pemuda di kampungnya serta aktif mengisi kajian rutin keislaman di beberapa majelis taklim wilayah Singaparna, Kawalu, dan sekitarnya (2024).