Namaku Ibrahim Naail. Di grup keluarga, orang-orang memanggilku Ib karena menurut mereka “Ibrahim” terlalu berat untuk dibawa ke pasar swalayan. Aku punya sepupu bernama Aishath Sama—pemilik daftar rencana yang panjangnya mengalahkan antrian diskon minyak goreng—dan dua teman baik: Hussain Rilwan, fotografer yang selalu berkata “angle itu doa,” serta Mariyam Fazeela, akuntan yang bisa menghitung harga nasi bungkus sampai pecahan koma-koma cinta.