Buku ini membongkar tesis utama: bahwa data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sering kali tidak mencerminkan realitas yang sesungguhnya di lapangan, dan bahkan diduga direkayasa.
Berawal dari sebuah keraguan besar yang dilontarkan oleh lembaga riset independen Center of Economic and Law Studies (CELIOS) terhadap data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang mencapai 5,12%, buku ini mengajak pembaca menelusuri ketidaksesuaian yang mencolok. Melalui analisis mendalam, penulis mengungkapkan paradoks antara pertumbuhan industri manufaktur yang diklaim BPS dengan kontraksi yang ditunjukkan oleh Purchasing Manager's Index (PMI) dan meningkatnya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Lebih dari sekadar kritik, buku ini mengungkap potensi bahaya dari data yang menyesatkan. Dengan membandingkan dugaan manipulasi data di Indonesia dengan kasus serupa di negara lain, seperti Tiongkok, buku ini menunjukkan bagaimana data bisa menjadi alat politik yang menguntungkan segelintir pihak, namun merugikan rakyat banyak. Keputusan yang diambil berdasarkan data yang keliru dapat menyebabkan kebijakan yang salah sasaran, menunda bantuan sosial, dan pada akhirnya, membuat rakyat semakin sengsara.
Puncaknya, buku ini menguraikan langkah berani CELIOS yang meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengaudit data BPS, sebuah tindakan yang bertujuan untuk menjaga kredibilitas dan transparansi data nasional. "Data Buta, Rakyat Sengsara" bukan hanya menyajikan masalah, tetapi juga menawarkan solusi konkret, seperti perlunya independensi BPS dan pembentukan mekanisme peer-review yang melibatkan pakar independen.
Ini adalah sebuah panggilan untuk masyarakat agar lebih kritis dan memahami bahwa di balik setiap angka statistik, ada nasib dan kesejahteraan rakyat. Buku ini adalah panduan bagi siapa saja yang ingin melihat realitas di balik deretan digit, dan bersama-sama menuntut akuntabilitas dari setiap data yang dibangun.