Sungai Rawai telah mengajari orang-orangnya bahwa tidak ada arus yang benar-benar pergi; ia hanya berputar, pulang lewat jalan lain. Setelah banjir besar merengkuh kampung-kampung, Mahligai di Air tidak lagi sekadar perahu mewah milik raja—ia menjadi rumah yang dapat bergerak, perpustakaan, dan kadang-kadang, ruang doa. Namun kehormatan juga mengundang uji: dari laut lepas, dari daratan, dan dari hati manusia sendiri.